Minyak Goreng

Kastara.ID, Jakarta – Tidak benar demo mahasiswa dinilai sudah telat dalam merespons penderitaan rakyat. Hal itu dapat dilihat dari beberapa hal.

“Pertama, harga minyak goreng hingga saat ini masih tetap tinggi. Ini artinya, pemerintah tidak mampu mengendalikan harga minyak goreng,” ungkap Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga kepada Kastara.ID, Ahad (10/4) petang.

Menurutnya, BLT sebesar Rp 300 ribu untuk tiga bulan bukanlah solusi dalam mengatasi melonjaknya harga minyak goreng. Kebijakan tersebut hanya menyenangkan masyarakat dalam jangka pendek. Jadi, tidak terapi yang diambil pemerintah tidak sesuai dengan penyebab penyakitnya.

“Dua, harga kebutuhan bahan pokok pada umumnya melonjak. Kenaikan harga bahan pokok tersebut sangat memukul masyarakat mengingat rendahnya daya beli saat ini,” jelas Jamil yang juga mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta.

Ketidakmampuan pemerintah menstabilkan harga bahan pokok tentu membuat kehidupan masyarakat semakin berat. Hal itu tentunya menjadi keprihatinan masyarakat yang selayaknya direspons oleh mahasiswa.

“Tiga, persoalan penundaan pemilu masih tetap dalam ketidakpastian. Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum pernah tegas menolak penundaan pemilu,” tandas Jamil.

Selama Jokowi belum merespons secara tegas, lanjut Jamil, masyarakat tetap curiga adanya upaya penundaan pemilu. Hal ini tentunya layak untuk direspons oleh masyarakat, termasuk mahasiswa.

“Jadi, tidak ada alasan untuk menyatakan mahasiswa telat dalam menyikapi berbagai persoalan bangsa. Mahasiswa justru tepat waktu turun ke jalan untuk menyuarakan penderitaan rakyat,” pungkas Jamil. (dwi)