PTAL

Kastara.ID, Jakarta – Kebutuhan akan garam semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya berbagai industri, baik di dalam maupun luar negeri. Namun, kebutuhan garam tersebut belum tercukupi dari produksi dalam negeri. Sekitar 40 persen garam nasional masih dipenuhi melalui impor, di antaranya dari Australia dan India.

Hingga saat ini, kebutuhan garam untuk memenuhi pasar domestik untuk garam konsumsi sebanyak 812.132 ton, dan garam industri sebanyak 3.609.812 ton. Berdasarkan data tersebut, maka diperlukan beragam inovasi teknologi produksi garam yang sederhana dan tidak padat modal agar dapat terjangkau oleh masyarakat sehingga ke depan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pasar garam guna mewujudkan swasembada garam.

Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) melalui Instalasi Pengembangan Sumber Daya Air Laut Pamekasan, Loka Riset Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir, Pusat Riset Kelautan berkomitmen untuk berkontribusi terhadap upaya pengembangan dan peningkatan produksi garam nasional serta peningkatan kualitas garam, baik untuk konsumsi maupun untuk industri.

Pada 8 Desember 2020, dilaksanakan kegiatan Launching Penerapan Teknologi Adaptif Lokasi (PTAL) Paket Inovasi Teknologi Pengolahan Garam Sistem Rekristal untuk Menghasilkan Olahan Garam Berkualitas. Uji lokasi PTAL 2020 terlaksana di 2 titik uji produksi di Desa Pademawu Barat, 1 titik di Desa Bunder, dan 1 titik inti di pondok pesantren di Bangkalan.

“Kalau kita hitung hasil uji produksi skala plasma PTAL di bawah binaan IPSAL Pamekasan ini, bisa menghasilkan 156 kilogram per hari, kalau 20 hari kerja bisa mencapai 3 ton sebulan. Coba bayangkan kalau bisa menghasilkan 3.000 ton setahun, kita panen, petani garam tentu sejahtera karena dari harga bahan baku garam krosok per kilo Rp 300-550, setelah mendapat sentuhan inovasi teknologi PTAL Garam ini menjadi seharga Rp 4900/kilo,” ujar Sjarief Widjaja di Jakarta, Kamis (10/12).

Dengan hasil tersebut, Sjarief menilai dapat memenuhi kebutuhan garam Madura. Sebagaimana diketahui, kebutuhan garam per orang per tahun pada umumnya mencapai 4 kg. “Mari mendorong perilaku masyarakat untuk membeli garam lokal. Jadikan garam Pamekasan ini sebagai garamnya orang Madura,” tegasnya.

Di samping itu, untuk meningkatkan perekonomian, pihaknya juga berharap dapat dibangun koperasi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dengan pembagian kelompok masyarakat yang bekerja di tambak, kelompok yang membuat produk, hingga kelompok pemasaran.

“Jadikan desa ini sebagai kampung garam. Selain produksi garam konsumsi, coba membuat garam spa, refleksi, hingga nantinya dapat menjadi lokasi wisata. Jadikan tempat pengolahan garam ini menjadi wisata edukasi, agar masyarakat dapat mengetahui bagaimana prosesnya. Dengan teknologi tentunya kita harus dapat membawa perubahan yang lebih baik kepada masyarakat,” terang Sjarief.

Agar dapat dijual di pasaran, hingga ke supermarket, Sjarief juga mendorong garam Pamekasan untuk dapat didaftarkan ke BPOM, memiliki sertifikasi dari Kementerian Kesehatan, Surat Izin Edar dari Kementerian Perdagangan, serta membuat kemasan dan brand yang menarik.

“Mengenai pembiayaan, KKP memiliki dana pinjaman Badan Layanan Umum (BLU) Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP) berbiaya rendah, dengan bunga 3 persen per tahun,” paparnya.

“Semoga hasil inovasi teknologi ini bermanfaat dan dapat diadopsi dan dikembangkan oleh para pemerintah daerah dan masyarakat luas demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama para petani garam di Indonesia dan juga meningkatkan produktivitas serta kualitas garam yang dihasilkan sehingga dapat bernilai tinggi di pasaran. Kita harapkan hasil usaha kita ini menjadi legacy juga buat generasi yang akan datang dan akan mendorong lahirnya inovasi-inovasi teknologi lainnya di bidang garam ini,” tutup Sjarief.

Kepala Pusat Riset Kelautan dan Perikanan, I Nyoman Radiarta, menuturkan bahwa kegiatan PTAL TA. 2020 ini merupakan lanjutan kegiatan PTAL 2019 dengan kegiatan prioritasnya berupa melengkapi instrumen parsial alat PTAL garam serta scale down produksi menjadi produksi untuk skala rumah tangga (plasma).

“Skala produksi ini diharapkan kedepan akan berkembang menjadi contoh produksi garam rekristal berkonsep plasma-inti. Plasma oleh rumah tangga dan Inti oleh Badan Usaha yang mempunyai legalitas produksi di bidang Garam Konsumsi Beryodium. Pada skala plasma, tantangan modal yang kecil dan metode produksi yang sederhana menjadi titik prioritas. Sedangkan pada titik uji produksi skala IKM, peralatan lebih lengkap untuk mengejar volume produksi dan syarat menuju legalitas menjadi tujuan utamanya,” ucap Nyoman.

Lebih lanjut disampaikan, sistem rekristal garam ini dilakukan dengan memanfaatkan kalori dari sampah, maka terdapat 2 keuntungan, yaitu:
1) adanya hasil produksi garam rekristal,
2) berkurangnya volume sampah di TPA sehingga tidak perlu lagi adanya proses penimbunan dan pembukaan lokasi baru untuk membuang sampah.

Kegiatan Penerapan Teknologi Adaptif Lokasi (PTAL) Hasil Kelautan berupa Inovasi Produksi Garam Rekristal bertujuan untuk menghasilkan proses produksi garam yang efisien dan terjangkau, meningkatkan nilai jual garam K3, serta memanfaatkan permasalahan sampah menjadi kalori untuk proses produksi garam sistem rekristal dengan mengembangkan alat yang mendukung seperti mesin press sampah untuk mendukung kegiatan produksi garam.

“Pada uji produksi garam rekristal PTAL Garam ini, pemanfaatan fragmen sampah dikombinasi dengan sistem mekanis dengan penambahan alat diskmill, alat peniris (spinner), mesin press sampah, dioksin reducer, serta alat pengering berputar (rotary dryer) yang memanfaatkan sisa panas yang ada pada cerobong. Kami berharap, titik produksi garam rekristal skala plasma yang ada di Desa Pademawu Barat ini menjadi pemantik budaya produksi garam krosok yang berkembang menjadi budaya mengolah garam, memperluas lapangan kerja dan mendekatkan pasar garam krosok di sentra produksinya,” jelas Nyoman.

Hadir dalam launching tersebut, di antaranya Kepala Pusat Pendidikan KP, Kepala Balai Observasi Laut Perancak, Kepala Loka Riset Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Padang, Direktur Politeknik KP Sidoarjo, Kepala Balai Riset Observasi Laut, Kepala Loka Perekayasaan Teknologi Kelautan Wakatobi, Dinas Perikanan Kabupaten Pamekasan, Dinas Perikanan Kabupaten Sumenep, Fakultas Pertanian, Universitas Islam Madura, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Madura, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Pondok Pesantren Miftahul Ulum Al Islami, Camat Pademawu, Kepala Desa Bunder, dan Direktur BumDes Desa Bunder. (mar)