Universitas Esa Unggul

Kastara.ID, Jakarta – Ada kehawatiran Moeldoko dapat menggusur Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari kursi Ketua Umum Partai Demokrat melalui kongres luar biasa (KLB). Untuk mencegah hal itu, banyak pihak menyarankan AHY menggandeng Gatot Nurmantyo.

Demikian diungkapkan Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga kepada Kastara.ID, Kamis (11/2).

“Saran tersebut cocok bila Indonesia masih menganut paham otoriter. Di negara otoriter, kekuatan jabatan atau pangkat harus dilawan dengan kekuatan jabatan atau pangkat pula. Jenderal bintang empat harus dilawan jenderal bintang empat juga,” ujar pria yang biasa disapa Jamil ini.

Menurutnya, dengan kekuatan yang setimpal, nyali seseorang untuk menggusur orang lain akan kendor. Sebab, peluangnya untuk berhasil akan berkurang. Karena itu, keinginan menggusur orang lain akan diurungkan.

“Namun Indonesia saat ini sudah menganut demokrasi. Kekuatan untuk memenangkan pertarungan tidak ditentukan oleh banyaknya bintang di pundaknya. Kekuatan basis massa pendukung akan lebih menentukan,” tandas penulis buku Riset Kehumasan ini.

Jadi, lanjut Jamil, meskipun AHY hanya berpangkat mayor, namun bila ia didukung mayoritas kader Partai Demokrat, maka Moeldoko yang pernah berbintang empat tidak akan mampu menggusur AHY dari ketua umum Partai Demokrat.

“Untuk itu, AHY harus mampu menjaga soliditas dan dukungan dari Ketua DPC dan Ketua DPD. Sebab, mereka ini yang punya hak suara dalam pemilihan ketua umum, termasuk untuk meminta KLB. Kalau ini dapat dilakukan AHY, maka tidak mungkin terjadi KLB di Partai Demokrat,” papar Jamil.

Infonya, mayoritas Ketua DPD dan Ketua DPC se-Indonesia solid mendukung AHY. Hal itu terlihat dari dukungan tertulis kesetiaan DPD dan DPC se Indonesia kepada AHY.

Selain itu, para senior Partai Demokrat yang mendukung Moeldoko praktis sudah tidak mengakar di DPD dan DPC. Mereka ini tidak lagi punya pengaruh untuk mengajak DPD dan DPC menggusur AHY.

“Para senior hanya bisa berteriak melalui media massa dan media sosial. Mereka ini seperti menyiram air di gurun pasir yang tidak membekas,” kata pengajar Metode Penelitian Komunikasi ini.

Karena itu, celah untuk melakukan KLB tampaknya sudah tertutup. “Peluang Moeldoko menggusur AHY tampaknya nyaris tertutup,” pungkas mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta 1996-1999 ini. (jie)