Desa Wadas

Kastara.ID, Jakarta – Mabes Polri menyatakan berita yang menyebut aparat kepolisian melakukan pengepungan masjid di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah (Jateng), adalah berita bohong atau hoaks. Hal itu disampaikan Divisi Humas Mabes Polri melalui cuitan di akun twitter resminya, @DivHumas_Polri (10/2).

Dalam cuitannya, Divisi Humas Mabes Polri menuliskan, “Beredarnya informasi di media sosial terkait aparat kepolisian mengepung warga berada di dalam masjid adalah hoax atau tidak benar.”

Mabes Polri berdalih berdasarkan keterangan dari Polda Jawa Tengah (Jateng), saat pengukuran tanah di depan masjid, terdapat beberapa warga yang membawa sajam dan melempar batu. Divisi Humas Polri menerangkan justru aparat melindungi warga yang berada di dalam masjid dari serangan orang yang berada di luar masjid.

Namun pernyataan Divisi Humas Polri tersebut tidak sepenuhnya dipercaya publik. Warganet menyatakan keterangan tersebut beberapa dengan pengakuan warga Desa Wadas.

Seorang warganet menuliskan, “Maaf pak, stlh baca fakta yg begitu ‘rinci’ dr tweet di atas, trnyta versi warga wadas lbih bisa dpercaya.”

Dikutip dari republika.co.id (10/2), seorang warga Desa Wadas bernama Siswanto menceritakan semua bermula pada Ahad (6/2) sore. Saat itu warga melihat banyak polisi bersiap di Polsek Bener dan belakang polres Purworejo. Selain itu para polisi juga terlihat mendirikan tenda-tenda.

Warga pun mempertanyakan untuk keperluan apa banyak polisi di desa mereka. Saat menghubungi Polres Purworejo, warga mendapat jawaban jika polisi ingin berkunjung dan tidak memberikan informasi tentang pengukuran tanah.

Pada Senin (6/2) pagi, warga melihat polisi melakukan patroli di desa-desa tetangga sekitar Desa Wadas. Saat itu polisi tidak ada di Desa Wadas. Polisi berada di luar Desa Wadas dan rumah-rumah makelar yang ada di dekat Desa Wadas.

Siswanto menambahkan, mereka tidak punya kepentingan di Desa Wadas. Hanya ada beberapa warganya yang mempunyai tanah di Wadas, tapi sangat sedikit. Menurut Siswanto, jumlahnya tidak sampai 20-30 orang. Selanjutnya warga Desa Wadas tiba-tiba diminta kumpul di Masjid Krajan.

Sekitar pukul 10.00 WIB menurut Siswanto, polisi mulai masuk ke Desa Wadas. Diawali dengan anggota Brimob membawa senjata dan sepeda motor. Mereka melepaskan poster-poster penolakan penggusuran di sekitar Desa Wadas. Setelah itu, Polisi bersenjata lengkap membawa tameng, kemudian orang-orang BPN dan disusul orang-orang yang pro pengukuran.

Siswanto menjelaskan, pada saat yang sama beberapa warga, terutama ibu-ibu sedang berkumpul membuat kerajinan besek dari bambu. Untuk kegiatan itu ibu-ibu menggunakan peralatan seperti pisau, golok, dan gergaji. Anehnya polisi menganggap warga membawa senjata tajam. Sehingga peralatan membuat besek itu pun ikut disita polisi.

Sekitar 11.00 WIB, polisi mendatangi Masjid Krajan dengan dalih ingin melaksanakan shokat Dzuhur berjemaah. Namun setelah sholat usai, ternyata warga langsung dimasukkan ke mobil-mobil Polisi.

Siswanto menegaskan, tidak ada ricuh apalagi provokasi. Ia menambahkan, warga yang dibawa saat itu sedang duduk di masjid bermujahadah, tapi tiba-tiba ditarik dimasukkan ke mobil-mobil Polisi.

“Jadi, kalau dibilang warga membawa senjata tajam, warga melakukan provokasi, ya tidak ada, orang sedang mujahadah, tidak ada,” kata Siswanto. (ant)