Sattar Taba

Kastara.ID, Jakarta – Berinvestasi di Indonesia ternyata tak seindah seperti yang diomongkan oleh pemerintah. Hal ini dialami oleh PT Karya Tekhnik Utama (KTU) yang berinvestasi di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Marunda. Sudah 15 tahun belum juga ada kejelasan. Sementara uang yang digelontorkan sudah triliunan rupiah.

“Bukan keuntungan yang kami dapat, tapi malah masalah demi masalah yang klien kami dapat,” kata Prasasya Laraswati kuasa hukum dari Juniver Girsang dan Rekan dalam pernyataan tertulisnya di Jakarta (10/4).

Prasasya mengatakan, kliennya merasa kecewa dan dirugikan baik materil maupun nonmateril. Selama 15 tahun klienya menanti kejelasan investasinya di Pelabuhan Marunda ini namun belum ada titik terang.

Diceritakannya, 15 tahun lalu, kliennya mengadakan kerja sama dengan KBN Marunda yang melahirkan perusahaan patungan PT Karya Citra Nusantara (KCN). Uang triliunan digelontorkan oleh investor untuk pembangunan gedung di KBN dan pengurusan ijin.

Namun nyatanya, menurut Prasasya, pihak KBN yang mendapat tugas tidak melakukan pengurusan perijinan. Semuanya diurus oleh kliennya.

Pihak KBN juga dinilai telah melakukan wanprestasi dengan tidak melunasi pembelian saham karena belum mendapat persetujuan dari Menteri BUMN. Kliennya akhirnya dengan terpaksa  menyetujui perubahan porsi saham demi kelangsungan hidup perusahaan meski harus menangging kerugian.

Tapi lagi-lagi kliennya menanggung kerugian karena sudah satu tahun lebih usai  penandatanganan kesepakatan perubahan porsi saham, KBN tidak juga melunasi setoran sebagai konsekuensi dari keinginan menambah porsi saham tersebut.

Setelah ditelusuri, ternyata langkah KBN tersebut belum/tidak mendapatkan restu Menteri BUMN sebagai pemegang saham KBN. Kemudian KBN minta supaya saham dikembalikan ke pprsi semula. Kespakatan itu disaksikan oleh  Jaksa Pengacara Negara. Namun lagi-lagi hingga lebih dari dua tahun, KBN tidak juga mau menandatangani draft kesepakatan itu.

Selain itu, KBN juga dituduh tidak menyetorkan retribusi IMB yang telah dibayarkan oleh investor. Akibatnya, bangunan KCN dibongkar oleh Pemprov DKI Jakarta. Pada 2016, Pemprov DKI membongkar bangunan KCN dengan alasan belum membayar IMB. Padahal, investor telah menyetorkannya melalui pihak KBN sejak tahun 2008.

Pada waktu berikutnya pihak KBN menyebarkan kesan bahwa investor adalah pencuri aset negara. Dalam sejumlah pemberitaan pada 2018, Direktur Utama KBN Sattar Taba menyebutkan bahwa langkah yang dilakukannya adalah untuk menyelamatkan aset negara.

Padahal, aset yang dia maksud adalah aset yang telah dikerjasamakan melalui proses lelang yang diselenggarakan oleh KBN sendiri. Pada 2016, pernyataan berkebalikan dikeluarkan oleh orang yang sama. Saat itu, Sattar Taba menyebutkan bahwa KCN memberikan keuntungan bagi negara.

Yang lebih memprihatinkan, lanjut Prasasya, pihak KBN tidak pernah hadir dalam proses mediasi yang diinisiasi pemerintah. “Bukan cuma tidak hadir, KBN juga tidak mematuhi rekomendasi yang dikeluarkan,” katanya.

Yang lucunya, pihak KBN melayangkan gugatan perdata kepada investor dan Kemebhub untuk membatalkan koreksi dan membayar kerugian sebesar 55 triliun. Namun investor dan Kemenhub melakukan oerlawanan. “Bayangkan kalau klien kami kalah. Klien kami dan Kemnehub bakal membayar ratusan miliar,” katanya.

“Terus terang klien kami kecewa. Tak dibayangkan akhirnya bisa begini,” katanya. (danu)