Kastara.id, Jakarta – Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu bersikukuh pembentukan Panitia Seleksi (Pansel) untuk calon anggota DPD diperlukan dalam upaya meningkatkan kualitas anggota dan mencegah politik uang dan politik dinasti.

Hal itu dikatakan Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu DPR Lukman Edy dalam dialog kenegaraan ‘Anggota DPD RI Dipilih Pansel Bukan Solusi’ bersama angota DPD John Pieris di Gedung DPR RI Jakarta, Rabu (10/5).

“Pengalaman di lapangan untuk pencalonan anggota DPD ini banyak permainan yang kurang sehat seperti terjadi pembelian KTP untuk bisa memenuhi syarat agar mencapai jumlah 50 ribu lembar KTP. Ini kenyataan di lapangan satu KTP dihargai seratus ribu rupiah,” ujar politisi PKB itu.

Menurut Lukman, ketika mencegah upaya pembelian KTP sebagai tanda pendukung calon anggota DPD RI, maka menggunakan syarat verifikasi faktual. Yaitu setiap orang yang mendukung dengan KTP harus terlihat ada orangnya. “Jadi, praktik pembelian KTP itu sama saja ibaratnya membeli kucing dalam karung. Bagaimana bisa berkualitas seorang anggota DPD jika proses pengumpulan KTP-nya saja tidak benar,” ujarnya.

Selain itu selama tiga periode ini terjadi politik dinasti di DPD. Yang menjadi anggota DPD itu, ada istri, anak, atau keponakan gubenur, bupati, atau walikota.

Dengan demikian, kata Wakil Ketua Komisi II DPR itu, draft agar pemilihan caleg DPD itu harus melalui pansel dan proses sangat ketat. Sehingga setiap anggota pansel sebanyak lima orang dipilih melalui seleksi terbuka secara umum dan independen.

“Anggota Pansel adalah orang-orang independen terdiri dari antara lain akademisi, tokoh maayarakat. Hasil dari seleksi itulah pansel akan menyeleksi calon anggota DPD per provinsi sebanyak 20 orang,” katanya.

Nantinya, kata Lukman Edy, kalau ada yang mendaftar 100 orang, maka mereka diuji soal konstitusi dan Empat Pilar MPR. Mereka akan diseleksi sampai 20 orang yang akan mewakili calon anggota DPD dalam pemilu serentak,” ujarnya.

Tapi kata Lukman, sistem pansel bagi calon anggota DPD untuk ikut pemilu ini masih tarik-ulur. “Sekarang dibahas di panitia kerja. Nanti bisa selesai dibahas, baru diserahkan kepada panitia khusus. Usulan pansel untuk calon anggota DPD ini masih belum bisa diajukan ke DPD, pasti seratus persen mereka akan menolak, karena ini merupakan hambatan bagi mereka di sana,” katanya.

Ada juga dari beberapa anggota DPD menyatakan setuju saja sistem pansel diterapkan asal ada syarat, bagi incumbent tidak harus diseleksi lagi. “Alasan mereka, calon dari parpol saja tidak diseleksi. Selain itu incumbent itu sudah mengetahui aspirasi daerahnya karena sudah lima tahun menjadi anggota DPD,” ujarnya.

Namun, Ketua Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan DPD John Pieris meragukan penerapan sistem calon anggota DPD dipilih pansel tersebut, karena praktiknya akan terjadi transaksi pansel dengan calon anggota.

Menurut senator asal Maluku ini, melalui Pansel tetap rawan, karena calon anggota dewan dari parpol saja untuk bisa mendapatkan nomor urut atas (Caleg jadi) dengan sistem pemilu dengan nomor urut, berani bertransaksi tinggi. Sehingga yang tidak punya modal bisa tersingkir,” katanya John.

“Tidak adil sistem pansel ini, karena bagi anggota parpol tidak diseleksi, sementara bagi DPD harus diseleksi,” katanya. (arya)