Kastara.id, Jakarta – Anggota Komisi XI DPR RI FPDIP Hendrawan Supratikno setuju anggaran pertemuan IMF dan Bank Dunia (WB) yang berlangsung di Bali dilakukan audit mengingat anggarannya yang disediakan mencapai 800 miliar lebih.

“Saya setuju dilakukan audit anggaran,” kata Hendrawan Supratikno yang juga
Ketua DPP PDIP itu dalam diskusi soal IMF di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (11/10).

Pernyataan Hendrawan itu sekaligus menjawab desakan berbagai kalangan yang meminta agar anggaran untuk penyelenggaraan pertemuan IMF-WB diaudit.

Menurut Hendrawan, dirinya mendapat kabar pemerintah sudah melakukan berbagai penghematan. Dari efisiensi souvenir Rp 90 miliar, hiburan Rp 50 miliar, penjemputan dengan Mercedes 200, dan lain-lain.

“Intinya, spirit kehati-hatian dan penghematan sudah dilakukan. Termasuk DPR RI harus hemat bersama,” katanya.

Sementara itu Direktur Eksekutif INDEF Enny Sri Hartati berharap pertemuan IMF dan World Bank di Bali, bukan cuma seremoni, melainkan harus menghasilkan kesepakatan bersama atau protokol menghentikan perang dagang antara Amerika dan China.

“Pertemuan itu harus bisa membuat protokol menekan kekuatan Amerika Serikat dan China, sehingga negara-negara berkembang yang tergabung dalam IMF tidak tertekan terus oleh dollar AS,” tegas Enny.

Sementara untuk Indonesia sebagai tuan rumah, harus diapresiasi karena mendapat kepercayaan dunia atas berbagai pertimbangan. Selain pertimbangan keamanan dan lain-lain yang tidak mudah dimiliki negara lain.

Hanya saja manfaat atau feedback dari pertemuan itu secara ekonomi harus didapatkan secara konkret. Sehingga tak terkesan hanya seremoni.

“Selama ini saham IMF terbesar adalah AS, dan negara anggota cenderung mengikuti kebijakan IMF. Karenanya keberanian untuk menghasilkan kesepakatan menekan AS harus dilakukan. Kalau tidak, krisis global seperti sekarang ini akan terus terjadi,” jelas Enny.

Bisa dibayangkan, Turki yang semula ekonominya bagus, tapi karena tidak mendapat dukungan AS, tiba-tiba Lira-nya anjlok. “Inilah yang membuat dunia tidak tenang dan krisis global akan terus tak menentu. Untuk itu pertemuan IMF di Bali harus berani menekan AS,” ungkapnya.

Artinya, Indonesia harus mempunyai bargaining position dalam pertemuan IMF tersebut. Sebab, sebagai anggota G-20, kedudukannya sama. Sehingga pertemuan IMF di Bali ini bisa dimanfaatkan untuk menaikkan bargaining position Indonesia.

“Kalau tidak, maka dalam kasus minyak sawit yang disebut tak lolos uji lingkungan tak bisa berbuat apa-apa. Jadi, kita jangan terus-menerus dikangkangi IMF,” ungkapnya.

Selain itu, dengan bargaining position tersebut, kata Enny, kekhawatiran dollar AS terus menguat menjadi Rp 16 ribu hingga Rp 17 ribu bisa hilang.

“Kalau kita dipercaya, convidence, dan memiliki bargaining position tak akan khawatir terhadap dollar AS,” pungkasnya. (danu)