Alue Dohong

Kastara.ID, Jakarta – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan hingga kini Norwegia belum memenuhi komitmennya untuk mencairkan dana proyek Result Based Payment (RBP) Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (RED++). Padahal Indonesia, melaluki KLHK, telah memenuhi semua persyaratan yang diminta dalam perjanjian tersebut.

Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong menjelaskan, Indonesia telah mendapatkan komitmen pendanaan melalui mekanisme RBP REDD+ atas keberhasilan mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK), yang berasal dari Letter of Intent (LoI) RI-Norwegia, Green Climate Fund (GCF), dan Program Forest Carbon Partnership Facilities-Carbon Fund (FCPF-CF) World Bank untuk provinsi Kalimantan Timur.

“Semua sudah kami penuhi tinggal pihak Norwegia bayar. Janjinya akhir 2020 yang lalu akan dikucurkan dananya. Indonesia sudah berkomitmen, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) sudah siap, syarat-syarat sudah kita penuhi tinggal kita tunggu komitmen Pemerintah Norwegia untuk menyelesaikan pembayaran itu,” tambah Wamen dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat (12/2).

Lebih lanjut Wamen menjelaskan, RBP Norwegia merupakan pembayaran atas kinerja pengurangan emisi GRK dari kegiatan REDD+ untuk periode 2016-2017 sebesar 11,23 juta ton CO2eq, dengan nilai sebesar US$ 56 juta. Sementara RBP GCF diberikan atas kinerja penurunan emisi GRK dari kegiatan REDD+ periode 2014-2016 sebesar 20,3 juta ton CO2eq dengan nilai US$ 103,8 juta.

Sedangkan RBP dari kerjasama FCPF Carbon Fund World Bank di Provinsi Kalimantan Timur diberikan atas kinerja penurunan emisi GRK dari kegiatan REDD+ sebesar 22 juta ton CO2eq dengan nilai USD 110 juta untuk tiga kali tahap pembayaran antara 2021–2025.

Untuk RBP GCF, lanjut Wamen, saat ini dalam proses menyelesaikan project document yang menyajikan detail pemanfaatan dana yang harus disampaikan oleh Indonesia kepada GCF selambat lambatnya pada April 2021. Sedangkan untuk RBP FCPF Carbon Fund World Bank sudah dilakukan penandatanganan Emission Reduction Purchase Agreement (ERPA) antara KLHK dan World Bank pada 27 November 2020 dan proses pembayaran RBP sebesar 22 juta ton CO2eq senilai US$ 110 juta, direncanakan akan dilakukan dalam tiga tahap, yaitu pada 2021 sebesar 5 juta ton CO2eq senilai US$ 25 juta, pada 2023 sebesar 8 juta ton CO2eq senilai US$ 40 juta, dan pada 2025 sebesar 9 juta ton CO2eq senilai US$ 45 juta.

“Kesepakatan atas angka capaian pengurangan emisi GRK yang terverifikasi dan rencana pembayarannya telah diumumkan bersama antara Wamen LHK dan Dubes Norwegia melalui konferensi pers pada 27 Mei 2020. Kesepakatan tersebut kemudian juga telah diformalkan lewat forum Joint Consultation Group (JCG) meeting antara Pemerintah RI dan Norwegia yang dilaksanakan pada 2 Juli 2020,” imbuh dia.

Dia juga mengatakan, pemerintah Norwegia sudah mengumumkan melalui rilis resmi Menteri Iklim dan LH pada 3 Juli 2020 yang menyatakan bahwa bersedia untuk membayar US$ 56 juta atau equivalent 530 juta NOK kepada Pemerintah Indonesia (https://www.regjeringen.no/en/aktuelt/noreg-betaler-530-milionar-for-redusert-avskog).

Direktur Utama BPLHD Djoko Hendratto menjelaskan selain mengelola dana dari program REDD+ sebagaimana tersebut di atas, pihaknya juga diberikan mandat untuk mengelola dana reboisasi dengan total nilai Rp 2,014 triliun yang didistribusikan dengan skema dana bergulir untuk usaha kehutanan.

“Usaha kehutanan yang dapat dibiayai dengan dana tersebut bervariasi, mulai dari usaha kehutanan on-farm, antara lain pembiayaan terhadap usaha pembuatan tanaman kehutanan, tunda tebang tanaman kehutanan, pemungutan tanaman kehutanan dan usaha kehutanan off-farm, antara lain pengelolaan hasil hutan dan sarana produksi,” kata dia.

Menurut Djoko total dana yang telah disalurkan sampai akhir tahun 2020 sebesar Rp 1,434 triliun, dan telah disalurkan sebesar Rp 578.910.150 pada 2019 dan telah disalurkan sebesar Rp 151.414352.390 pada 2020.

Untuk sisa dana sekitar Rp 580 miliar, kata dia, telah masuk dalam pipeline BPDLH untuk disalurkan kepada 4.220 debitur yang telah berkomitmen sebelumnya dengan nilai sebesar Rp 606,393,430,862,- untuk periode 2021-2011. Selain itu, sisa dana tersebut juga akan disalurkan kepada debitur baru. Beberapa proposal baru telah diterima BPDLH sebanyak 2430 proposal dengan nilai sebesar Rp 777,500,000,000 dan sedang dalam proses penilaian.

“Namun demikian untuk dana RBP dari beberapa kerja sama internasional tadi ini tidak diarahkan untuk pembiayaan sektor mikro seperti yang disebutkan oleh Direktur Utama BPDLH, melainkan Pemerintah RI sudah membuat Investment Plan yang diarahkan untuk memperkuat aksi-aksi mitigasi untuk mengurangi emisi di lapangan seperti salah satu contohnya untuk pemulihan mangrove dan gambut,” tutur Wamen LHK. (mar)