Istana Merdeka

Kastara.ID, Jakarta – Hubungan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama ini relatif baik. SBY tidak pernah secara frontal mengkritik Jokowi.

Demikian diungkapkan Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga kepada Kastara.ID, Jumat (12/3) pagi.

Menurutnya, saat Jokowi maju pada Pilpres 2014, SBY juga tidak menyudutkan Jokowi. Bahkan SBY membebaskan kader Partai Demokrat untuk memilih Jokowi atau Prabowo.

“Padahal, bila saat itu SBY meminta kadernya memilih Prabowo, kemungkinan besar Jokowi tidak terpilih sebagai presiden. Namun dengan netralnya SBY, maka sebagian kader Partai Demokrat memilih dan turut mengantarkan Jokowi menjadi presiden pada tahun 2014,” papar penulis buku Tipologi Pesan Persuasif yang kerap disapa Jamil ini.

Jamil pun mengakui antara SBY dengan Jokowi memang pernah ada masalah. Saat itu SBY difitnah mendanai kegiatan suatu demo. Namun hal itu dapat mereka selesikan dengan datangnya SBY menemui Jokowi di Istana.

“Kalau ada kritik yang dilayangkan SBY, hal itu bukan disasar kepada pribadi Jokowi. SBY lebih mengkritik kebijakan pemerintahan Jokowi. Namun kritik SBY selalu memberi solusi, sehingga kritiknya bersifat konstruktif,” ujar pengajar Metode Penelitian Komunikasi ini.

Jadi, lanjut Jamil, dari sisi SBY tampaknya tidak ada persoalan yang prinsip dalam hubungannya dengan Jokowi. SBY tampak berupaya menghormati Jokowi sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara.

Namun, Jamil melihat kemungkinan lain, yaitu jika hubungan itu bisa saja memanas bila Jokowi mensahkan hasil KLB Deli Serdang. Sebab, dengan kasat mata KLB ini tidak memenuhi dasar hukum baik UU Partai Politik maupun AD/ART Partai Demokrat.

“Kalau Jokowi melalui Menteri Hukum dan HAM mensahkan hasil KLB Deli Serdang, maka keberpihakan pemerintah sulit untuk dibantah. Hal ini kiranya akan memicu kemarahan SBY terhadap Jokowi,” ungkapnya.

Kalau hal itu terjadi, maka hubungan SBY dengan Jokowi akan makin memanas. Hal ini dapat memicu konstelasi politik nasional akan makin tidak terkendali.

Panasnya hubungan SBY dan Jokowi dinilainya akan membahayakan kondusivitas politik nasional. Kemarahan pendukung SBY akan sulit untuk dikendalikan.

“Suka tidak suka, baik Jokowi maupun SBY sama-sama memiliki banyak pengikut. Kalau para pengikut kedua belah pihak turut terlibat dalam konflik tersebut, maka akan semakin kacaulah politik nasional,” tandas mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta 1996-1999 ini.

Kekacauan itu akan makin meluas, bila kelompok pro demokrasi turut terlibat. Pihak pro demokrasi tampaknya lebih berpihak kepada Partai Demokrat. “Keberpihakan mereka karena mereka melihat ancaman demokrasi di Indonesia begitu nyata. Mereka ini, selain militan, juga memiliki basis massa yang sangat besar,” jelas penulis Riset Kehumasan ini.

Jadi, kalau hubungan SBY dengan Jokowi memanas, dikhawatirkan terjadi eksklasi kekacauan politik dalam jangka panjang. Hal ini tentu tidak kita inginkan, sebab akan merugikan bangsa dan negara tercinta. “Karena itu, Jokowi harus bijak dalam melihat hasil KLB Deli Serdang, agar hubungan baiknya dengan SBY selama ini tetap terjaga. Ini akan membuat politik nasional tetap kondusif, sehingga bangsa ini dapat fokus mengatasi Covid-19 dan terpuruknya ekonomi nasional,” pungkas Jamil (jie).