Depok

Kastara.ID, Jakarta – Keputusan pemerintah tidak lagi menggunakan angka kematian sebagai indikator penanganan Covid-19 mendapat banyak sorotan. Langkah tersebut dianggap salah dan bisa berdampak serius. Pemerintah dan masyarakat bakal mengalami buta situasi jika angka kematian dihilangkan dari indikator penanganan Covid-19.

Mantan Menteri Perekonomian Rizal Ramli melalui akun twitternya @RamliRizal, Kamis (12/8), mengaku heran dengan tindakan menghapus data kematian atau case mortality akibat Covid-19.

Pria yang biasa disapa RR ini mempertanyakan apa logika yang dipakai pemerintah. Jangan karena ingin dianggap berprestasi indikator dihilangkan. RR pun menyertakan tautan berita yang berjudul “Tambahan Kasus Kematian Covid-19 RI Hari Ini Tertinggi di Dunia, Persentasenya Juga di Atas Global.”

Politisi Partai Gerindra Fadli Zon melalui akun twitternya, @fadlizon, Kamis (12/8), mengatakan bahwa data kematian bukan sekadar angka. Fadli menegaskan nyawa manusia Indonesia seharusnya dilindungi. Jika pemerintah gagal mencegah korban begitu banyak, seharusnya diperbaiki, bukannya justru data kematian dihapus sebagai indikator penanganan Covid-19. Fadli pun mengatakan, “Beginilah kalau urusan tak diserahkan pada ahlinya.”

Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, indikator kematian adalah wajib dalam pemantauan kondisi pandemi Covid-19. Dicky menjelaskan, ada beberapa indikator dalam penanganan pandemi. Indikator awal adalah kasus harian, positivity rate, dan reproduksi virus. Sedangkan indikator akhir adalah bed occupancy rate (BOR), keterisian ruang ICU, dan angka kematian.

Saat memberikan keterangan (10/8), Dicky menyebut kematian adalah indikator valid untuk melihat derajat keparahan situasi wabah. Kalau jumlah kematian banyak artinya kondisi sudah sangat parah sekali. Jika salah satu dari berbagai indikator tersebut dihilangkan, ibarat mobil kehilangan kaca spion. Dicky mengatakan sangat berbahaya.

Dicky menuturkan, jumlah kematian sangat berpengaruh pada penyusunan strategi. Pasalnya angka kematian adalah data yang sangat penting. Di negara maju, menurut Dicky, satu kematian saja itu bisa jadi kasus. Ada banyak informasi yang bisa digali dan digunakan sebagai bahan menentukan strategi yang akan diambil.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah tidak lagi menggunakan angka kematian sebagai indikator penanganan Covid-19. Dalam konferensi pers virtual (9/8), Luhut menyampaikan keputusan tersebut bahwa berdasarkan evaluasi PPKM masa sebelumnya.

Luhut menuturkan, pihaknya menemukan adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang. Hal ini menimbulkan distorsi dalam penilaian. Luhut menambahkan, sebagai solusi, pemerintah tengah bekerja keras melakukan harmonisasi data dan perbaikan Sistem Informasi Pelacakan atau Silacak. (ant)