Muhammad Zaini

Kastara.ID, Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mengupayakan agar pengelolaan perikanan di perairan Indonesia menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Selain itu juga mengedepankan tata kelola perikanan tangkap yang bertanggung-jawab, legal, dilaporkan dan sesuai peraturan yang berlaku.

Rencana pengelolaan perikanan (RPP) di suatu Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) menjadi salah satu langkah KKP untuk mengoptimalkan potensi sumber daya ikan. Namun demikian, seiring dengan adanya perubahan kebijakan nasional, diperlukan tinjauan ulang untuk pemutakhiran disesuaikan dengan kondisi saat ini. WPPNRI 718 menjadi salah satunya.

Menurut Plt. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Muhammad Zaini terdapat beragam isu pengelolaan perikanan di WPPNRI 718. Sejak ditetapkan tahun 2014 lalu melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 54/KEPMEN-KP/2014 tentu terdapat berbagai perubahan yang menyesuaikan situasi saat ini.

“Tak hanya aspek sumber daya ikan dan ekosistem saja, begitu juga tata kelolanya hingga sosial ekonomi. Hingga kini, belum adanya status pemanfaatan perikanan terbaru di WPPNRI 718, begitu pula dengan masih rendahnya pemanfaatan udang penaeid meskipun pemanfaatan cumi-cumi begitu tinggi,” ujarnya saat menyampaikan arahan dalam konsultasi publik RPP WPPNRI 718 secara daring, Selasa (10/11).

Total produksi perikanan tangkap di WPPNRI 718 pada tahun 2018 tercatat mencapai 236.000 ton. Padahal estimasi potensi di wilayah tersebut mencapai sebesar 2.637.565 ton berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 50/KEPMEN-KP/2017.

“Kita akan dorong para pelaku usaha untuk menangkap ikan di wilayah ini. Meski demikian harus didukung dengan pencatatan data perikanan yang baik. Kita juga akan dorong pelaksanaan lembaga pengelola perikanan di WPPNRI 718 dan memaksimalkan kapasitas dan fasilitas pelabuhan perikanan serta logistik pengangkutan ikan,” imbuhnya.

Zaini menambahkan pihaknya akan mengkaji ulang fasilitas pelabuhan perikanan juga kapasitas pendaratan hasil tangkapan yang ada saat ini di WPPNRI 718. Selain itu juga akan mengoptimalkan dan mengembangkan usaha perikanan di sentra kelautan dan perikanan terpadu (SKPT).

“Ini menjadi penting untuk memotong biaya dan waktu. Kalau kita bisa olah dan ekspor ikan langsung dari WPPNRI 718 kenapa tidak. Kebutuhan BBM untuk kapal di atas 30 GT yang berpangkalan di wilayah ini juga akan menjadi perhatian kita kedepannya,” urainya.

KKP juga akan mengimplementasikan ketertelusuran hasil tangkapan ekspor dan meningkatkan kerja sama pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan pemerintah daerah dan pelaku usaha perikanan tangkap. Tak hanya itu juga memberikan bantuan alat-alat kegiatan penangkapan dan pengolahan melalui bantuan alat-alat pengolahan dan sarana prasarana lain untuk mendukung aktivitas perikanan di wilayah tersebut.

Dalam kesempatan yang sama Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan, Trian Yunanda menjelaskan beragam strategi yang akan ditempuh KKP dalam mengelola WPPNRI 718. Diantaranya dengan mengatur pemanfaatan perikanan, meningkatkan upaya konservasi dan rehabilitasi terumbu karang serta mangrove dan mengurangi tangkapan ikan non target.

“Ini kita lakukan untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan, habitat dan lingkungannya secara berkelanjutan. Tentu kita tidak bekerja sendiri, kita libatkan juga peneliti dan akademisi, NGO terkait, serta stakeholders lainnya untuk mencapai hal tersebut,” tuturnya.

Tak hanya itu, dari aspek sosial ekonomi KKP juga berkomitmen untuk meningkatkan pendapatan dan pemberdayaan nelayan, mendorong sarana dan prasarana logsitik serta mendorong sertifikasi penanganan dan pengolahan ikan. Tujuannya untuk meningkatkan manfaat sosial ekonomi perikanan berkelanjutan dalam menjamin kesejahteraan pelaku perikanan di WPPNRI 718.

“Hal yang tidak kita lupakan adalah tata kelola di WPPNRI 718 tersebut. Kita akan gencarkan sosialisasi untuk meningkatkan kepatuhan nelayan, memperbaiki data dan pelaporan, menyusun alokasi dan kuota pemanfaatan sumber daya ikan serta mengoptimalkan lembaga pengelola WPPNRI sebagai wadah koordinasi, sinergi dan harmonsasi pengelolaan perikanan yang berkelanjutan,” tandasnya.

Trian menambahkan melalui konsultasi publik ini, ia juga mendorong tersusunnya strategi perikanan udang, kakap merah, cumi-cumi sebagai langkah menuju eco-labelling MSC agar komoditi tersebut memiliki daya saing ekspor. Selain itu juga penataan pelabuhan pangkalan bagi kapal perikanan berukuran >30 GT yang melakukan kegiatan penangkapan di WPPNRI 718 agar tercipta multiplier effect dari aktivitas pendaratan oleh kapal-kapal tersebut bagi masyarakat lokal.

Rangkaian kegiatan konsultasi publik ini diikuti pula oleh pemerintah daerah, peneliti, akademisi, NGO serta stakeholders perikanan tangkap yang terlibat di WPPNRI 718 yang meliputi perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor Bagian Timur, dan secara administratif mencakup dua provinsi yaitu Provinsi Maluku dan Papua. Dengan adanya tinjauan RPP WPPNRI 718 melalui konsultasi publik tersebut, dapat menjadi pedoman bagi pemerintah pusat dan daerah serta pemangku kepentingan lainnya dalam melaksanakan pengelolaan sumber daya perikanan di WPPNRI 718, agar mencapai manfaat yang optimal dan berkelanjutan. (mar)