Bank Indonesia

Kastara.id, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan penghitungan pajak profesi di hadapan para penulis dan pelaku seni. Hal ini dilakukan untuk menjawab kritik dari para penulis buku terkait dengan perlakuan pajak bagi para penulis.

Dalam dialog perpajakan bertema “Perlakuan Pajak bagi Penulis dan Pekerja Seni lainnya” di Jakarta, Rabu (13/9), Menkeu menjelaskan bahwa saat ini ada dua jenis pajak yang dikenakan untuk pelaku profesi di Indonesia, yaitu pasal 23 dan pasal 17. Jadi ada dua jenis pajak yang dikenakan untuk pelaku profesi di Indonesia.

Menurutnya, berdasarkan pasal 17, maka tarif berlaku berbeda pada setiap penghasilannya. Tarif 5 persen untuk penghasilan Rp 50 juta, 15 persen untuk Rp 50-250 juta, 25 persen untuk Rp 250-500 juta dan 30 persen di atas Rp 500 juta.

Kemudian Menkeu memberikan contoh perlakuan pajak dari aturan tersebut. Misalnya, buku milik A seharga Rp 25.000. Pada kuartal satu buku terjual 20.000 eksemplar, kuartal II sebanyak 25.00 eksemplar, kuartal III sebanyak 30.000 eksemplar, dan kuartal IV 35.000 eksemplar. Saat mendapatkan hasil penjualan setiap kuartal, maka sudah dipotong royalti 10 persen.

Bila penulis ingin menggunakan sistem Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN), maka harus disampaikan kepada Ditjen Pajak. Termasuk beberapa dokumen yang diperlukan. “Paling lambat diberitahukan tiga bulan sebelum pelaporan,” kata Sri Mulyani.

Contoh, penjualan total dalam setahun 110.000 eksemplar dengan omzet Rp 2,75 miliar. Royalti berarti Rp 275 juta. Maka PPh pasal 23 akan dikenakan sebesar Rp 41,25 juta.

Lebih bayar bisa diproses kembali melalui KPP setempat. Petugas pajak biasanya akan menanyakan tanda bukti sebelum menyerahkan kelebihan bayar.

“Makanya bukti potongnya perlu disimpan. Kalau ternyata bukti potong lebih besar dari yang harus dibayar (terutang), artinya anda lebih bayar. Anda datang ke kantor, anda harus bayar balik lagi,” ujar Menkeu.

Sri Mulyani menyadari, kebanyakan wajib pajak risih ketika harus ditanyakan oleh petugas pajak. Sehingga lebih memilih tidak meminta kelebihan bayar.

Ditambahkannya, pajak sudah menjadi kewajiban setiap warga negara yang berpenghasilan. Kewajiban pajak ini ada sejak dideklarasikannya kemerdekaan Republik Indonesia.

Pengenaan pajak juga telah diatur berdasarkan Undang-Undang (UU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan, dan Peraturan Dirjen Pajak. Namun, Menkeu mengakui bahwa sering terdapat perbedaaan dalam pelaksanaan di lapangan.

Menkeu pun berharap, jika ada perbedaan dalam pelaksanaan di lapangan, maka hal tersebut harus segera dibenahi. (mar)