Jamiluddin Ritonga

Kastara.ID, Jakarta – Secara hukum seorang tersangka yang ditahan tidak bisa digantikan oleh siapa pun. Sebanyak apa pun yang meminta untuk menggantikan Habib Rizieq Shihab (HRS) tetap saja tidak bisa digantikan.

Demikian diungkapkan Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga kepada Kastara.ID, Ahad (13/12).

Hanya saja, lanjut dosen yang biasa disapa Jamil ini, datangnya anggota masyarakat ke kantor polisi untuk minta ditahan memberi sinyal kepada polisi bahwa dukungan terhadap HRS cukup nyata. Mereka ini dikhawatirkan dapat melakukan apa saja sebagai bentuk kecintaannya kepada HRS.

“Persoalan psikologis dan sosiologis ini perlu diantisipasi polisi agar tidak terjadi tindakan yang merugikan pihak kepolisian dan pendukung HRS itu sendiri,” katanya.

Sebagai sesama anak bangsa, tentu tidak menginginkan terjadinya gesekan antara anggota masyarakat dengan pihak kepolisian. “Sebab, kalau ini terjadi di semua kantor polisi, taruhannya keamanan dalam negeri akan terjadi,” imbuhnya.

Selain itu, tambah Jamil, kerumunan di kantor-kantor polisi akan terjadi. Hal ini akan dapat menciptakan klaster baru dalam penyebaran pandemi Covid-19.

“Padahal, saat ini saja pandemi Covid-19 terus menunjukkan peningkatan. Dikhawatirkan penyebaran pandemi Covid-19 makin tidak terkendali bila terjasi kerumunan di banyak kantor polisi karena ingin ditahan,” tandas pengajar Riset Kehumasan ini.

Karena itu, Jamil berharap persoalan HRS sebaiknya disikapi lebih bijaksana, agar tensi keamanan dalam negeri tidak memanas. “Polisi tentu dapat mengambil langkah hukum yang tepat sehingga semua pihak mendapat keadilan,” jelasnya.

Selayaknya semua potensi diarahkan untuk mengatasi pandemi Covid-19, agar negeri ini dapat kembali hidup normal. “Bangsa ini sudah lelah dengan berbagai konflik yang sebenarnya tak perlu terjadi,” pungkasnya (jie)