Perppu Ormas

Kastara.id, Jakarta – Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan ada hal signifikan yang membedakan Perppu Ormas dan Undang-undang Ormas, yakni adanya azas contrarius actus.

“Di UU yang lama, tidak ada azas contrarius actus. Jadi, yang mengeluarkan izin seharusnya bisa mencabut izin. Tentu mencabut izin itu ada aturannya juga, tidak bisa suka-suka. ltu prinsip hukum dasar. Aturan contrarius actus itu yang jadi ada di dalam Perppu,” ujar Rudiantara dalam diskusi media FMB9 bertajuk ‘Perppu Ormas untuk Menjamin Eksistensi dan NKRI’ yang berlangsung di Galeri Nasional, Jakarta, Kamis (13/7).

Artinya, badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan keputusan tata usaha negara dengan sendirinya berwenang membatalkan. Dalam UU sebelumnya, UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas, pembubaran sebuah ormas harus dilakukan melalui proses peradilan. Sanksi penghentian Ormas lebih wajib meminta pertimbangan hukum dari Mahkamah Agung. ltu untuk Ormas yang Iingkupnya nasional.

Sementara untuk ormas yang Iingkupnya provinsi/kabupaten. kepala daerah wajib meminta pertimbangan pimpinan DPRD, kepala kejaksaan, dan kepala kepolisian sesuai dengan tingkatannya Aturan itu tercantum dalam Pasal 65 UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.

Sementara, menurut Menkominfo, dalam Perppu No. 2/2017, ketentuan sebagaimana di dalam pasal 65 itu dihapuskan (selain pasal 65, ada juga pasal-pasal lain yang dihapuskan). Gantinya, dicantumkan peraturan bahwa Ormas yang terkena sanksi administratif berupa pencabutan status badan hukum dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.

Dalam mencabut status badan hukum Ormas, menteri dapat meminta pertimbangan dari instansi terkait. Dengan demikian, berdasarkan Perppu, Kemenkumham nantinya berwenang mengeluarkan sekaligus mencabut perizinan sebuah Ormas. Namun, Menkominfo menjelaskan, Perppu No. 2/2017 tidak bisa menindak situs Ormas yang dianggap melenceng dari ideologi bangsa. Penindakan dilakukan berdasar pada UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Penanganan di dunia medsos (media sosial), baik oleh Ormas atau siapa pun, termasuk media online, tidak berkaitan langsung dengan Perppu,” kata Rudiantara.

Kemenkominfo bisa membiokir situs Ormas bila terbukti menyebarkan konten-konten negatif, menyimpang atau tidak sesuai dengan ideologi bangsa. “Selama dia upload konten negatif, itu terkena UU ITE,” ujar Rudiantara.

Meski demikian, Menkominfo belum memastikan untuk mengambii tindakan pemblokiran situs yang dimiliki Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Sebab, perlu melibatkan berbagai pihak seperti pertimbangan ahli, kepolisian maupun Badan Nasional Penanggulangan Teroris. (npm)