Kastara.ID, Jakarta — Kualitas udara terutama di Jakarta yang kian memburuk sejatinya merupakan persoalan serius yang harus segera diatasi baik untuk jangka pendek, menengah maupun panjang. Ini karena, kualitas udara yang semakin menurun berpotensi menyebabkan berbagai macam penyakit gangguan pernapasan dan mengganggu konsentrasi serta fokus terutama bagi yang beraktivitas di luar ruang. Kesemuanya ini sangat berpengaruh menurunkan kualitas hidup dan produktivitas warga.

“Soal polusi udara ini, harus segera ada solusinya terutama untuk jangka pendek yaitu bagaimana merekayasa agar dalam waktu dekat ini tingkat pencemaran udara di Jakarta bisa dikurangi levelnya menjadi tidak berbahaya. Warga tidak boleh dan tidak bisa berjuang sendiri untuk melindungi dirinya dari paparan polusi udara. Ini karena, sekuat apapun warga berupaya agar tidak terpapar polusi, pasti punya keterbatasan karena udara sudah menyatukan dalam kehidupan manusia. Kualitas udara yang buruk akan merugikan kita sebagai sebuah bangsa karena pasti akan mempengaruhi kualitas hidup dan produktivitas masyarakat,” ujar Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan (14/8).

Fahira Idris mengungkapkan, kunci keberhasilan sebuah kota mengatasi ancaman polusi udara adalah menyasar langsung kepada sumber-sumber pencemaran yang diimplementasikan secara konsisten dan berkelanjutan seperti yang dilakukan banyak kota-kota besar di dunia.

Di Beijing, China misalnya, jika mengacu pada laporan PBB 2018, kota ini berhasil menurunkan kadar polusi hingga 35% atau yang paling drastis di dunia. Walau sempat terjebak, pada solusi jangka pendek karena kebutuhan udara bersih untuk Olimpiade 2008 dengan menangguhkan pembangkit listrik batu bara, relokasi pabrik, dan menghapus kendaraan berbahan bakar bensin, hanya menjadikan kualitas udara di Beijing membaik selama olimpiade saja. Namun, pasca 2014, kualitas udara Beijing benar-benar membaik. Ini karena Pemerintah China langsung mengatasi sumber pencemaran udara yaitu alih energi dengan teknologi terkini dari batu bara ke gas.

Strategi yang sama ditempuh oleh Kota Delhi (India) dan Seoul (Korea Selatan). Kedua kota ini, mengadopsi kebijakan untuk mengurangi penggunaan batu bara dan memperbaiki teknologi pembangkit listrik. Sementara di sektor transportasi yang juga menjadi salah satu sumber pencemaran udara, selain mempromosikan transportasi umum listrik, ditempuh juga kebijakan membatasi kendaraan bermotor.

Tidak hanya itu, banyak kota-kota besar di dunia yang juga memperkuat kesehatan udaranya dengan membiasakan warganya bersepeda dan berjalan kaki. Strateginya, memberi berbagai kemudahan bagi pesepeda dan pejalan kaki dengan mambangun jalur sepeda dan pedestrian yang masif.

“Beijing, Delhi, Seoul, dan banyak kota lain di dunia menyadari bahwa jika polusi semakin memburuk maka kualitas hidup mereka akan turun dan otomatis produktivitas warga kota juga turun. Makanya, mereka berinvestasi dengan meningkatkan pendanaan untuk mengatasi polusi dengan mengubah sumber energi pada dua sektor yaitu industri dengan beralih ke energi ramah lingkungan dan transportasi dari BBM menjadi gas atau listrik,” pungkas Senator Jakarta ini. (dwi)