Bangkok

Kastara.ID, Bangkok – Para Menteri Ekonomi dari 16 negara peserta Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP) kembali bertemu pada Pertemuan Intersesi ke-9 di Bangkok, Thailand, Sabtu (12/10). Ini merupakan Pertemuan Intersesi Menteri RCEP yang ke-9 selama 7 tahun perundingan dan ke-3 pada tahun ini setelah pertemuan yang ke-2 pada Agustus 2019.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, pertemuan ini sangat penting untuk memastikan penyelesaian perundingan RCEP. Penyelesaian perundingan RCEP rencananya diumumkan Kepala Negara/Pemerintahan Negara Peserta RCEP pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) RCEP ke-3 pada 4 November 2019 di Bangkok, Thailand.

“Pertemuan ini merupakan pertemuan terakhir tingkat menteri untuk memutuskan penyelesaian isu-isu ‘single outlier’. Isu-isu single outlier harus dituntaskan agar tim perunding dapat menyelesaikan perundingan dalam sisa waktu yang ada hingga diumumkan pada 4 November mendatang,” ujar Mendag.

Menurut Mendag, para Menteri menyambut baik kemajuan signifikan yang dicapai pada putaran perundingan ke-28 pada 19–27 September 2019 di Da Nang, Vietnam. Saat itu sempat ada kekhawatiran mengenai target penyelesaian mengingat waktu yang tersisa hanya sekitar dua minggu. Kekhawatiran terutama juga muncul karena meski sudah dirundingkan selama lebih dari tujuh tahun, masih terdapat satu negara yang belum menyetujui draf teks perjanjian (single outlier) dari total 16 negara peserta RCEP.

Mendag menjelaskan, sebelum masuk pertemuan khusus ASEAN (caucus), terlebih dahulu dilaukan TROIKA plus dengan negara peserta RCEP yang disebut single outlier, yang pertama dengan Malaysia, Jepang dan terakhir India. Setelah itu, pembahasan dilanjutkan dalam format pleno dengan seluruh peserta RCEP yang hanya didampingi masing-masing Ketua Trade Negotiations Committee (TNC)-nya.

“Setelah melalui pembahasan yang sangat intensif lebih dari tiga jam, kami dapat mencapai suatu paket resolusi bagi seluruh isu tersisa. Pada akhir pertemuan, kami meminta TNC melakukan finalisasi dalam waktu kurang lebih 10 hari ke depan, sehingga kami dapat melaporkan penyelesaiannya kepada para pemimpin di awal November nanti untuk diumumkan,” ujar Mendag.

Pertemuan lebih lanjut sepakat untuk melakuan pertemuan kembali sebelum dilaporkan ke para pemimpin, sebagaimana usulan Mendag Enggartiasto, untuk melakukan finalisasi akhir perunding, setelah kelompok perunding bekerja menyelesaikannya dalam 10 hari ke depan. Mendag menekankan, seluruh menteri berkomitmen mengerahkan upaya maksimal untuk menyelesaikan perundingan.

Menurut Mendag, berdasarkan pengalaman, perundingan lebih efektif jika negara single outlier ditemui satu per satu, karena dinilai efektif untuk mengetahui perhatian utama sekaligus mencari langkah solusi yang akan ditempuh. Untuk itu, ASEAN melakukan pertemuan dalam format “TROIKA Plus One”. TROIKA Plus One terdiri dari Indonesia sebagai negara koordinator, Thailand sebagai ketua ASEAN, Sekjen ASEAN, serta Singapura sebagai ketua ASEAN tahun lalu yang bertindak sebagai “plus”.

Direktur Jenderal Perundingan Perdagagan Internasional Iman Pambagyo, selaku Ketua TNC RCEP, juga menegaskan optimismenya terkait penyelesaian perundingan RCEP pada bulan November ini. “Dengan komitmen dan arahan yang konkret dari para Menteri RCEP, saya optimistis dengan kerja keras dan kerja sama semua tim perunding. Kita akan mencapai garis finis dalam 2 minggu ke depan. Dari 20 bab teks perjanjian yang dibahas, 14 bab sudah selesai; dan dari 8 annex, sudah ada 4 annex yang selesai. Sisa bab teks perjanjian yang belum selesai, pada dasarnya sudah tuntas apabila negara single outlier dapat menerima posisi teks perjanjian saat ini yang telah disepakati 15 negara lainnya,” tegas Iman.

Komitmen dan arahan para Menteri RCEP yang diputuskan pada Sabtu, (12/10), diyakini dapat menjadi pegangan bagi tim perunding untuk menyelesaikan semua isu perundingan single outlier, termasuk isu-isu yang bersifat politis seperti yang sedang dihadapi Jepang dengan Korea Selatan (isu outward processing dari Korsel) dan dengan Tiongkok (isu non-market economy). RCEP akan menjadi mega-FTA terbesar di dunia, mengingat tiga negara besar yaitu Tiongkok, India, dan Indonesia tergabung di dalamnya.

Arahan dari para Menteri RCEP telah disepakati dan Komite Perunding RCEP di bawah koordinasi Indonesia harus mampu menyelesaikan perundingan sehingga pengumuman konklusi dapat dilakukan pada KTT RCEP.

Sebelumnya, pada Jumat, (11/9), Mendag RI melakukan pertemuan bilateral dengan Wakil Perdana Menteri yang sekaligus Menteri Perdagangan Thailand Jurin Laksanawisit. Pertemuan membahas penyelesaian isu hambatan ekspor kopi siap minum Indonesia yang dikenakan tariff rate quota (TRQ) oleh Thailand. “Thailand akan menghilangkan TRQ tersebut meskipun proses yang harus dilalui masih cukup panjang. Namun, mereka berjanji mempercepat proses penyelesaiannya,” imbuh Mendag.

Thailand juga menyampaikan fokus utama terhadap beberapa hambatan perdagangan yang diterapkan Indonesia atas produk ekspornya, khususnya buah longan dan durian. Untuk itu, Mendag mengusulkan agar segera dibentuk kelompok kerja gabungan (joint working group) untuk membahas permasalahan ini dan segera diaktifkan pada Oktober ini.

Pertemuan bilateral lain yang dilakukan Indonesia yaitu dengan Korea Selatan terkait rencana Joint Announcement Substantial Conclusion of the Negotiations of Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA) pada sela-sela TEI 2019 di Jakarta. Sedangkan dengan India dan Selandia Baru untuk membahas RCEP dan isu perdagangan bilateral. (mar)