Empat

Oleh: Jaya Suprana

MENANGGAPI naskah “Triskaidekaphobia” (13 Desember 2019), mahaguru militer saya, Letjen Suryo Prabowo berkisah bahwa beliau menemukan tombol bernomor 13 namun tidak menemukan tombol bernomor 4 dan 14 di lift apartemen Kota Kasablanca Jakarta. Di lift apartemen menjulang tinggi itu tombol bernomor 3 langsung melompat ke 5, 13 ke 15, dan 23 ke 25.

Tetraphobia
Kisah Pak Suryo tentang tombol lift tanpa nomor 4, 14, dan 24 menggarisbawahi kenyataan bahwa tahayul juga tunduk pada paham lain-padang-lain belalang, maka lain-masyarakat-lain-kepercayaan.

Berdasar kisah nomor tombol itu, dapat disimpulkan bahwa pembangun bangunan tinggi apartemen Kota Kasablanca bukan penderita Triskaidekaphobia yang fobia terhadap angka tigabelas, tetapi Tetraphobia yang fobia terhadap angka 4, maka menghindari semua angka yang mengandung angka 4 tombol lift apartemen yang pada kenyataan sebenarnya memiliki lantai ke 4 dan 14 maupun 24.

Alasanologi
Beda dari fobia pada lazimnya, para penganut Tetraphobia memiliki beberapa alasan siap membela kenapa mereka menghindari angka 4, 14, 24, dan seterusnya pada segenap angka yang mengandung angka 4 seolah tak kenal batas akhir.

Alasan paling popular adalah bahwa dalam bahasa Mandarin, angka 4 disebut shi yang lafalnya mirip dengan kata bermakna “mati”, sehingga bagi pembangun dan pemilik gedung, angka 4 dihindari agar tidak membawa sial. Begitu pula bagi para pengguna lift yang tentu saja ingin selamat sampai ke tujuan, angka 4 ditiadakan demi kenyamanan batin bersama.

Alasan lainnya adalah angka 4 dianggap mirip kursi terbalik, yang dianggap oleh para pemilik jabatan dan kekuasaan sebagai lambang ketidakseimbangan. Bagi yang memiliki jabatan, dikhawatirkan akan terjatuh dari kursi jabatannya.

Maka ketimbang benar-benar tertimpa musibah, lebih baik angka 4 ditiadakan pada gedung bertingkat oleh para pembangun dan pemilik gedung yang percaya bahwa angka 4 adalah angka pembawa sial. Lebih baik dianggap percaya tahayul ketimbang bisnis buruk akibat produk tidak dibeli oleh yang percaya tahayul. (*)

* Penulis mempelajari keanekaragaman peradaban dan kebudayaan di planet bumi.