Kartu Prakerja

Kastara.ID, Jakarta – Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Satu Kahkonen, menyatakan bahwa Kartu Prakerja merupakan hal yang sangat inovatif yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.

“Kartu Prakerja merupakan kebijakan pasar tenaga kerja aktif dan program bantuan sosial, Indonesia merupakan yang pertama kali mengimplementasikan mekanisme pembayaran G2P yang berorientasi pada penerima. Itu merupakan hal yang sangat inovatif,” kata Satu Kahkonen dalam webinar “Kartu Prakerja: Indonesia’s Digital Transformation and Financial Inclusion Breakthrough” yang terselenggara atas kerja sama CNN Indonesia dan Kartu Prakerja (15/6).

Kahkonen menambahkan, ada tiga hal yang mendapat perhatian dari Bank Dunia terkait dengan Kartu Prakerja. Pertama, penting untuk menawarkan berbagai pilihan bank dan e-wallet demi kemudahan akses oleh penerima.

Kedua, sebagian besar penerima dengan segera mencairkan bantuan sosial menjadi uang tunai setelah mereka terima. Hal itu menandakan kebutuhan untuk menyediakan lebih banyak pilihan dan mendorong penggunaan platform pembayaran digital.

Ketiga, adanya ruang untuk meningkatkan inklusi finansial dengan menyediakan program literasi keuangan untuk para peserta program bantuan sosial.

Sepanjang triwulan terakhir 2021, Bank Dunia dan Sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang didukung oleh G2Px Initiative Fund dan Indonesia Human Capital Acceleration Multi Donor Trust Fund (IHCA-MDTF), melakukan sebuah kajian untuk mempelajari implementasi bantuan sosial tanggap darurat COVID-19, memahami kecukupan bantuan sosial dalam memenuhi kebutuhan penerima manfaat, dan mendukung reformasi lebih lanjut sistem pembayaran G2P.

Penelitian tentang Kartu Prakerja itu menggabungkan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Survei telepon dilakukan oleh SurveyMETER pada 6-25 Oktober 2021 kepada 1.000 penerima Kartu Prakerja di 50 kecamatan yang tersebar di 50 kabupaten dan 25 provinsi.

Penerima manfaat itu terdaftar ke dalam program Prakerja untuk Gelombang 7-11 (atau terdaftar pada September-November 2020). Dalam periode yang sama, wawancara mendalam dilakukan dengan pengelola program (MPPKP atau Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja) dan lembaga PJP (Penyedia Jasa Pembayaran) di tingkat pusat untuk mengkaji pengalaman mereka menerapkan sistem pembayaran G2P Kartu Prakerja saat ini, termasuk terobosan dan tantangan yang dihadapi.

Untuk melakukan konfirmasi dan mendalami lebih lanjut hasil studi kuantitatif tersebut, tim peneliti juga melakukan Focus Group Discussions dan wawancara mendalam (In-depth Interviews) dengan beberapa kelompok penerima manfaat Kartu Prakerja.

Ada lima poin yang menjadi pesan kunci penelitian ini. Pertama, 9 dari 10 responden telah menyelesaikan program Kartu Prakerja yang dimulai dari penerimaan hingga pemberian insentif pascapelatihan. Di antara mereka yang terpilih ke dalam program, 95,7 persen telah membeli pelatihan pertama dalam kurun waktu 30 hari.

Kedua, mayoritas responden menyatakan puas dengan pelatihan Kartu Prakerja pertama mereka. Mereka didorong oleh motivasi intrinsik dan/atau insentif pasca pelatihan dalam menyelesaikan pelatihan pertama mereka. Sekitar 96,1 persen dari keseluruhan jumlah penerima Kartu Prakerja merasa puas dengan pelatihan pertama mereka.

Ketiga, penggunaan uang elektronik sebagai salah satu metode pembayaran berkontribusi positif terhadap tujuan inklusi keuangan. Kajian ini juga menemukan bahwa 76,6 persen penerima manfaat lebih memilih menggunakan rekening uang elektronik untuk menerima insentif pasca pelatihan, sementara selebihnya memilih rekening bank.

Keempat, sebagian besar penerima manfaat segera mencairkan insentif menjadi uang tunai setelah menerimanya di rekening mereka. Mayoritas responden menggunakan insentif untuk membeli makanan dan/atau untuk modal kerja. Setelah insentif mencapai rekening pilihan, 69 persen penerima mencairkan seluruh insentif mereka, sementara 31 persen lainnya mencairkan hanya sebagian atau tidak mencairkannya sama sekali.

Kelima, perluasan lebih banyak opsi penyedia rekening bank untuk menerima insentif pasca pelatihan dapat meningkatkan penggunaan rekening bank. Penambahan satu bank swasta di awal tahun ini merupakan tambahan yang disambut sangat baik terkait gagasan ini. Hampir 90 persen penerima manfaat menganggap bahwa Kartu Prakerja telah menyediakan cukup pilihan PJP.

Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari mengatakan, sebagai seorang ekonom, ia menggarisbawahi prinsip “makin banyak pilihan makin bagus”. Hal itulah yang menjadi nafas program Prakerja, termasuk dalam memberikan kebebasan pesertanya memilih rekening yang digunakan untuk pencairan insentif. Ada pilihan bank, ada pula dompet elektronik.

“Dengan demikian, masyarakat bisa memilih sesuai preferensi masing-masing,” ungkapnya.

Selain itu, merujuk berbagai literatur terkait inklusi keuangan, ternyata untuk menjadi nasabah bank memiliki tantangan tersendiri. Antara lain banyaknya regulasi yang diperlukan serta dibutuhkannya kehadiran fisik dalam proses pembukaan rekening.

“Namun, dengan fakta begitu banyaknya masyarakat Indonesia memiliki telepon seluler, membuat kita bisa mengembangkan inklusi keuangan, berkolaborasi dengan lembaga-lembaga keuangan digital yang makin banyak tumbuh. Ini juga terkait banyak bank dan kantor pelayanan publik tidak beroperasi saat puncak pandemi lalu,” urai Denni.

Sekretaris Eksekutif TNP2K, Suprayoga Hadi, memaparkan bahwa Inovasi program Kartu Prakerja yang menggunakan ekosistem terintegrasi dengan implementasi end-to-end digital dan multi-channel Government-to-Person (G2P) payment, memberikan bukti nyata bagaimana teknologi digital dan finansial mempengaruhi efisiensi dan efektivitas program, serta meningkatkan pengalaman dan inklusi finansial para penerima.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Fitria Irmi Triswati, mengungkapkan bahwa selain mendorong inklusi keuangan, Program Kartu Prakerja juga mendorong perluasan dan percepatan keuangan digital serta transparansi penyaluran bantuan sosial.

Sementara Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Yose Rizal Damuri, menunjuk fakta menarik dari kajian ini adalah bagaimana mayoritas penerima Kartu Prakerja awalnya tidak memiliki akun uang elektronik atau dompet digital. Hampir 50 persen baru kali pertama menggunakan rekening e-money dan juga hampir 9 persen dari mereka kali pertama memiliki rekening bank.

“Dari temuan ini kita dapat melihat bagaimana inklusi keuangan telah menunjukkan kemajuan dan pengenalan Kartu Prakerja, terutama inisiatifnya dalam menggunakan mekanisme pembayaran digital G2P banyak membantu dalam aspek inklusi keuangan,” kata Yose.

Sedangkan Wakil Ketua II Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Aldi Haryopratomo, menyoroti bahwa apa yang dilakukan sistem Prakerja sebenarnya memungkinkan untuk menjadi sarana kolaborasi dari seluruh industri membidik target inklusi keuangan yang sulit yaitu rumah tangga yang berpendapatan rendah.

“Menurut hasil studi Bank Dunia, 44 persen dari jumlah penerima Prakerja termasuk dalam 40 persen rumah tangga termiskin. Ini memberikan landasan nyata bagi pemain e-money dan perusahaan teknologi keuangan lain untuk tumbuh, dan mengadopsi serta menargetkan pengguna berpendapatan rendah ini,” jelasnya.

Di akhir diskusi, Director of Information and Communications Technology and Disaster Risk Reduction Division, UN ESCAP, Tiziana Bonapace,  mengucapkan selamat atas terobosan yang telah dicapai oleh program ini.

“Dengan menjangkau lebih dari 11 juta penerima, program ini merupakan bukti konkret pemerataan ‘on the ground’ yang ditawarkan oleh digitalisasi,” pungkasnya. (mar/dwi)