Bank Indonesia

Kastara.ID, Jakarta — Panitia Khusus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Pansus BLBI) Jilid II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) perdana (13/6). Agenda RDPU perdana ini adalah pendalaman materi penuntasan BLBI dengan menghadirkan ekonom dan pengamat politik ekonomi yang juga Anggota DPR Periode 1997-1999 Ichsanuddin Noorsy.

Anggota Pansus BLBI DPD Jilid II Fahira Idris mengungkapkan, RDPU perdana ini menjadi pembuka dari serangkaian RDPU yang akan mengundang berbagai narasumber dan ahli termasuk para obligator, ekonom, ahli hukum, pegiat antikorupsi termasuk Satuan Tugas Hak Tagih Negara atas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI).

“Dijadwalkan setiap Selasa hingga awal Juli 2023 nanti, Pansus BLBI DPD Jilid II akan menggelar RDPU dengan mengundang berbagai narasumber mulai dari obligator hingga Dewan Pengawas dan Ketua Satgas BLBI. Serangkaian RDPU ini, untuk melakukan pendalaman materi penuntasan kasus BLBI hingga pembahasan kasus BLBI itu sendiri. Nantinya hasil rekomendasi Pansus BLBI Jilid II ini diharapkan mempercepat penanganan, penyelesaian, dan pemulihan hak negara yang berasal dari dana BLBI secara efektif dan efisien,” ujar Fahira Idris di sela-sela RDPU Pansus BLBI DPD Jilid II di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (13/6).

Menurut Fahira Idris, penuntasan kasus aliran dana BLBI secara adil, transparan, dan akuntabel yang sudah berlangsung dua dekade lebih menjadi sebuah keniscayaan. Jika kasus BLBI tuntas maka dipastikan berdampak positif bagi ekonomi terutama kaitannya dengan investasi karena memberikan kepastian hukum. Terlebih, data penagihan hingga 30 Mei 2023, Satgas BLBI ini baru bisa mengumpulkan hak negara senilai Rp 30,6 triliun atau baru merealisasikan 30% penagihan dari Rp 110,45 triliun. Padahal, masa kerja Satgas ini hanya sampai 31 Desember 2023.

Selain itu, yang juga penting dipastikan adalah, penuntasan kasus BLBI tidak mengesampingkan begitu saja penegakan hukum pidana, walau jalur perdata yang dipilih untuk ditempuh. Ini karena, hasil audit BPK jelas dan tegas menyebutkan adanya penyalahgunaan dana BLBI.

“Kita ingin pastikan bahwa para obligator jika tetap mangkir dari pembayaran utang ke negara, bisa dan harus dijerat dengan hukum pidana. Selain itu, jika dalam penelusuran aset BLBI ternyata ada temuan indikasi tindak pidana korupsi, maka harus dilakukan perampasan aset milik obligor BLBI. Itulah kenapa penting RUU Perampasan Aset segera disahkan,” pungkas Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta ini. (dwi)