Kastara.ID, Jakarta — Anggota DPD/MPR RI Fahira Idris mengungkapkan bahwa tidak mudah menjadi negara seperti Indonesia yang begitu majemuk. Ini karena harus menyatukan sebuah bangsa yang begitu bhineka. Namun, ketulusan hati dan pikiran para pendiri bangsa ini mampu mewujudkan perbedaan menjadi kekuatan.

Bayangkan, sebanyak 17 ribu pulau lebih, ribuan lebih suku bangsa yang berbeda budaya, adat, bahasa, keragaman agama dan sebagainya, teguh berkomitmen bersatu dalam sebuah bangsa bernama Indonesia. Segala kebhinekaan ini ditenun dengan sangat rapi, kuat dan solid oleh Pancasila,” ujar Fahira Idris di sela Sosialisasi Empat Pilar MPR RI (Pancasila, UUD NRI 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI) berbasis Komunitas bersama Forum Silaturahmi Dakwah Kebangsaan (FSDK) di Tangerang Selatan, Banten (14/6).

Menurut Fahira Idris, jauh sebelum bangsa Indonesia merdeka yaitu saat Sumpah Pemuda 1928, para pendiri republik ini sudah sadar sepenuhnya bahwa bangsa di Nusantara ini amat bhineka. Namun, mereka juga memahami bahwa Kebhinekaan di Nusantara adalah fakta, bukan masalah. Dengan hati yang tulus dan murni, disertai keberanian tinggi, para pendiri bangsa ini merajut kebinekaan suku, adat, agama, keyakinan, bahasa, geografis yang sangat unik, menjadi sebuah tenun kebangsaan yang saat ini kita rasakan.

“Jika para pendiri bangsa ini, merajut tenun kebangsaan dengan keberagaman, maka tugas seluruh rakyat Indonesia sekarang adalah merawat tenun kebangsaan tersebut. Namun, upaya merajutan tenun kebangsaan belum selesai, karena tenun kebangsaan adalah sebuah proses terus menerus yang wajib kita kuatkan terus menerus. Terlebih saat ini dan ke depan tantangan bangsa baik internal maupun eksternal semakin dinamis. Oleh karena itu, pendidikan Pancasila sebagai basis pembangunan karakter anak bangsa menjadi penting,” jelas Fahira Idris.

Pendidikan karakter berbasis Pancasila penting dalam upaya bangsa Indonesia merajut tenun kebangsaan, karena Indonesia harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter rakyatnya terutama lewat pendidikan. Bila hal tersebut tidak dilakukan, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa lemah yang mudah diadu domba bahkan dilemahkan.

Karakter bangsa, lanjut Fahira Idris, bukan hanya tanda sebuah negara eksis, tetapi juga ‘kendaraan’ bagi sebuah negara untuk melompat maju. Sebuah negara akan kokoh maju dan tidak terombang-ambang jika mempunyai karakter yang kuat. Tanpa karakter yang kuat dan berakar, sebuah bangsa akan kehilangan generasi penerusnya. Oleh karena itu, karakter harus dibangun dan dibentuk agar sebuah bangsa menjadi bermartabat di mata rakyatnya dan di mata dunia.

“Sebuah bangsa yang bermartabat akan dicintai dan dibanggakan rakyatnya. Rakyat yang cinta akan tanah airnya, tidak akan lagi menjadikan kebhinekaan sebagai kelemahan, tetapi sebagai pilar penguat persatuan,” pungkas Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta ini. (dwi)