M Nur Kholis Setiawan

Kastara.ID, Jakarta – Sekjen Kemenag M Nur Kholis Setiawan mengingatkan jajarannya untuk tidak terlibat dalam gerakan radikalisme dan terorisme yang merongrong NKRI. Menurut Sekjen, tindakan tegas akan diberikan bagi setiap oknum yang terbukti terlibat, apalagi proses penanganan ini juga sudah dipanyungi oleh Surat Keputusan Bersama (SKB) lintas kementerian dan lembaga terkait.

“Soal radikalisme ASN, kami sudah punya SKB. Masyarakat kini bisa mengadukannya melalui saluran aduanasn.id. Jika memang terbukti, sanksi tegas akan diberikan,” tegas Sekjen di Jakarta, Sabtu (16/11), saat dimintai tanggapannya terkait penangkapan oknum yang diduga guru salah satu madrasah negeri di Cianjur.

Setelah ditelusuri, M Nur Kholis memastikan bahwa oknum yang ditangkap Densus 88 itu bukan PNS. Oknum berinisial DS adalah tenaga honorer di MTsN 3 Cianjur. Dia bekerja sebagai operator komputer di madrasah tersebut sejak 2017.

“Tiap madrasah atau satuan kerja Kemenag harus lebih selektif dalam merekrut honorer,” ujarnya.

Kepada ASN Kemenag, M Nur Kholis mengingatkan bahwa Pemerintah telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Penanganan Radikalisme ASN dalam rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan pada ASN. SKB tersebut ditandatangani pada 12 November 2019 oleh 10 kementerian/lembaga, yaitu; Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Intelijen Negara, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Pembinaan Idiologi Pancasila, Badan Kepegawaian Negara, dan Komisi Aparatur Sipil Negara.

“SKB ini mengatur tentang sinergitas K/L dalam rangka penanganan tindakan radikalisme ASN,” tutur M Nur Kholis.

Menurut Sekjen, berdasarkan SKB, dibentuk tim satuan tugas lintas K/L yang bertugas menerima laporan, menindaklanjuti, dan memberikan rekomendasi penanganan kepada pimpinan K/L terkait dengan tembusan ke KemenpanRB, Kemendagri, BKN, dan Komisi ASN.

“Tindakan radikalisme itu sendiri mencakup intoleransi, anti ideologi Pancasila, anti NKRI, dan perbuatan yang bisa menyebabkan disintegrasi bangsa,” jelasnya.

Berikut ini 11 jenis pelanggaran yang diatur dalam SKB Penanganan Radikalisme ASN:
1. Penyampaian pendapat baik lisan maupun tulisan dalam format teks,  gambar, audio, atau video,  melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila,  UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah
2. Penyampaian pendapat baik lisan maupun tulisan dalam format teks,  gambar, audio, atau video,  melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap salah satu suku,  agama, ras, dan antar golongan
3. Penyebarluasan pendapat yang bermuatan ujaran kebencian sebagaimana pada angka 1 dan 2 melalui media sosial (share, broadcast, upload, retweet, repost, dan sejenisnya)
4. Tanggapan atau dukungan sebagai tanda setuju pendapat sebagaimana angka 1 dan 2 dengan memberikan likes, dislike, love, retweet,  atau comment di media sosial
5. Pemberitaan yang menyesatkan baik secara langsung maupun melalui media sosial
6. Penyebarluasan pemberitaan yang menyesatkan baik secara langsung maupun melalui media sosial
7. Penyelenggaraan kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah
8. Keikutsertaan pada organisasi dan atau kegiatan yang diyakini mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah
9. Penggunaan atribut yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah
10. Pelecehan terhadap simbol negara baik secara langsung maupun melalui media sosial; dan/atau
11. Perbuatan sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai 10 dilakukan secara sadar oleh ASN. (put)