Kastara.id, Jakarta – Wakil Ketua Komite III DPD RI yang membidangi urusan keagamaan Fahira Idris meminta kepala daerah lain mengeluarkan surat imbauan kepada para pengusaha di wilayahnya untuk tidak memaksakan karyawannya mengenakan atribut natal seperti yang sudah dilakukan Walikota Bandung Ridwan Kamil. Imbauan kepala daerah ini penting untuk meneguhkan nilai-nilai toleransi antarumat beragama yang saat ini maknanya sudah mulai banyak dibelokkan.

“Makna hakiki toleransi itu, mengendalikan diri untuk tidak memaksakan kehendak. Jadi hati kita menyediakan ruang untuk saling menghormati keyakinan masing-masing, bukan memaksakan tradisi agama kita dilakukan atau dipakai orang lain. Saya iimbau kepala daerah lain juga membuat surat imbuan kepada seluruh pengusaha di daerahnya untuk tidak memaksa karyawannya mengenakan atribut natal,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (16/12).

Pernyataan ini dilontarkan Fahira menanggapi masih adanya aduan yang diterimanya dari masyarakat di berbagai daerah soal masih adanya keharusan karyawan muslim mengenakan atribut natal oleh perusahaan tempatnya bekerja.

Fahira mengungkapkan, pemaksaan perusahaan kepada karyawannya untuk mengenakan atribut natal, padahal karyawan yang bersangkutan tidak merayakan natal adalah bentuk intoleransi yang bisa merusak rasa kebersamaan yang sudah menyatukan Indonesia selama 71 tahun. Pengusaha punya kuasa memberi tugas kepada karyawannya, tetapi tidak punya hak sedikit pun untuk memaksa karyawannya melakukan sebuah tradisi agama yang tidak diyakininya.

“Sekarang banyak oknum yang coba membolak-balikkan logika kita soal toleransi. Masyarakat yang menolak mengenakan atribut natal dibilang tidak toleran. Ini kan aneh. Pembelokan makna toleransi ini malah mereka kampanyekan. Padahal kalau mereka paham dalam toleransi antarumat beragama ada batas-batas bersama yang boleh dan tak boleh,” kata Senator Jakarta ini.

Dengan kapasitasnya sebagai Wakil Ketua Komite III, selain sudah mengirimkan surat imbauan kepada para pengusaha (asosiasi, perusahaan ritel, supermarket, hotel, toko, dan lainnya) di seluruh Indonesia untuk tidak memaksa karyawannya mengenakan atribut natal, Fahira juga membuka saluran pengaduan lewat email pribadinya (fahira.idris@gmail.com) dan akun twitter @fahiraidris bagi siapa saja yang terancam keyakinan maupun hak-haknya karena dipaksa mengenakan atribut natal di tempatnya bekerja.

“Selama buktinya lengkap dan dapat dipertanggungjawabkan, saya sendiri yang akan tindak lanjuti dan bila perlu saya akan datangi langsung untuk berdialog dengan manajemennya. Mungkin pemahaman mereka tentang toleransi harus diluruskan. Kalau sudah ada pemaksaan, tidak hanya sudah melanggar Pancasila, tetapi juga sudah menginjak hak asasi,” ujar Fahira.

Sebagai informasi, Pemerintah Kota Bandung mengeluarkan surat edaran yang mengimbau pengusaha untuk tidak memaksa karyawan muslim mengenakan atribut natal. Kebijakan ini diambil setelah Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, menerima belasan keluhan dari karyawan yang merasa terpaksa menggunakan atribut natal. Banyaknya aduan pemaksaan pemakaian atribut natal juga disikapi MUI dengan mengeluarkan fatwa haram menggunakan atribut non-Muslim seiring fenomena saat peringatan hari besar agama non-Islam terdapat umat Islam menggunakan atribut dan/atau simbol keagamaan non-Muslim. (dwi)