Penyuluhan

Kastara.ID, Jakarta – Guna membantu perekonomian masyarakat kelautan dan perikanan di tengah pandemi Covid-19, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) terus menggelar berbagai pelatihan pengolahan produk perikanan skala rumah tangga. Kali ini, Selasa (16/6), digelar  pelatihan dengan tema “Pelatihan Pembuatan Kaki Naga Berbahan Dasar Ikan Tuna” dan “Pelatihan Pembuatan Sambal Botol Tuna (Satolna)”.

Pelatihan pembuatan kaki naga berbahan dasar ikan tuna digelar oleh Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Ambon. Sedangkan pelatihan pembuatan Satolna digelar oleh BPPP Banyuwangi.

Pelatihan yang dilakukan secara daring (online) ini diikuti oleh penyuluh perikanan dan masyarakat umum dari berbagai profesi dan dimoderatori oleh Kepala Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslatluh KP) Lilly Aprilya Pregiwati.

Kepala BRSDM Sjarief Widjaja mengatakan, di situasi sulit seperti saat ini, masyarakat Indonesia harus mampu memanfaatkan sumber daya perikanan yang tersedia sebagai sumber mata pencaharian. Menurutnya, sumber daya ikan baik dari laut, perairan payau, hingga perairan tawar dapat diolah menjadi produk yang memiliki nilai tambah.

Sjarief menyarankan, agar ikan yang ditangkap dari wilayah pesisir atau dipanen dari kegiatan budidaya tak serta merta dijual begitu saja. Ia ingin sebagian dimanfaatkan untuk usaha pengolahan sehingga manfaat ekonomi yang diperoleh masyarakat dapat dimaksimalkan.

“Pengolahan ikan menjadi aneka makanan atau camilan ini dapat dijadikan mata pencaharian tambahan, terutama bagi ibu-ibu untuk membantu perekonomian keluarga di tengah wabah Covid-19,” tuturnya.

Sjarief menegaskan, pelatihan yang diselenggarakan bukan sekadar pelatihan memasak, lebih dari itu, memupuk jiwa kewirausahaan dan membuka peluang usaha untuk para peserta. Namun untuk dapat dijadikan sebagai ladang usaha, Sjarief mengingatkan beberapa hal yang harus diperhatikan.

Pertama, cita rasa. Menurut Sjarief, kaki naga maupun Satolna yang dibuat harus memiliki cita rasa tinggi. Ia mencontohkan, penganan kaki naga biasanya akan disajikan dengan cara digoreng atau dikukus. Khusus untuk kaki naga yang akan digoreng, Sjarief menyarankan agar adonan dibuat crispy di luar dan lembut di dalam. Sementara untuk Satolna, produk sambal harus terasa segar, sedap, dan membangkitkan selera.

Agar konsumen memiliki pilihan, Sjarief juga menyarankan dibuat berbagai varian rasa. Untuk kaki naga bisa diberikan variasi rasa pedas, asin, asam, dan sebagainya. Sedangkan untuk Satolna dapat dibuat variasi tingkat (level) kepedasan.

Kedua, pemilihan bahan baku. Bahan baku ikan yang akan digunakan untuk membuat kaki naga haruslah ikan yang berkualitas baik (segar) dan memiliki gel strength yang tinggi. Gel strength ini penting agar saat diolah adonan ikannya melekat kuat sehingga tidak pecah atau terpisah begitu digoreng atau dikukus.

“Jadi ada jenis-jenis ikan yang mengikat dengan kuat dan ada yang tidak. Selain tuna, di Pulau Jawa ada namanya ikan kurisi, kuniran, dan mata goyang. Ikan-ikan itu adalah ikan-ikan kecil yang nantinya diolah menjadi surimi dan menjadi bahan baku untuk kaki naga,” jelas Sjarief.

Adapun untuk Satolna, bahan baku yang digunakan hendaklah ikan tuna segar karena sambal biasanya akan disimpan dalam jangka waktu tertentu.

Ketiga, proses pembuatan. Pembuatan kaki naga maupun Satolna harus melalui proses yang benar dan menggunakan peralatan yang bersih dan higienis.

“Jangan sampai ada konsumen yang sakit perut setelah memakan produk Bapak dan Ibu karena tidak bersih dan mengandung bakteri. Pastikan untuk menjaga kebersihan selama proses pembuatan,” Sjarief mengingatkan.

Keempat, pengemasan. Menurut Sjarief, sebelum menjual produk olahan jadi, pelaku usaha harus memastikan bahwa produknya telah dikemas dengan baik.

“Produk yang Bapak Ibu hasilkan akan dipajang di toko dan di pasar-pasar. Untuk itu tampilannya harus menarik. Cari kemasan yang bagus. Pada kemasan jangan lupa menambahkan informasi cara memasak atau menggunakannya, kandungan nutrisinya, cara menyimpan, urus label SNI, begitu juga izin edar BPOM, Dinas Kesehatan, maupun Dinas Perdagangan. Dengan demikian konsumen akan tertarik untuk  membeli,” papar Sjarief.

Kelima, daya tahan produk. Produk diolah dan dikemas dengan standar tertentu agar dapat bertahan lama saat disimpan di kulkas maupun freezer meskipun tanpa bahan pengawet buatan.

Keenam, analisis usaha. Agar usaha yang dijalani dapat menghasilkan keuntungan, hal terpenting yang harus dilakukan adalah melakukan analisis usaha.

“Lakukan analisis usaha, berapa modal yang dibutuhkan mulai dari penyediaan bahan baku, pengolahan, pengemasan, termasuk modal tenaga kerja, modal izin usaha, waktu yang dihabiskan, dan sebagainya, sehingga nanti akan didapat total modal keseluruhan sebagai pertimbangan penentuan harga,” imbuh Sjarief.

Ke depannya, diharapkan produk olahan perikanan hasil kreasi masyarakat ini dapat dijadikan sebagai komoditas ekspor.

“Intinya adalah mari gunakan kesempatan ini untuk belajar dan menimba ilmu pengetahuan. Semoga ini bisa menjadi andalan mata pencaharian baru di keluarga sekaligus menumbuhkan perekonomian daerah di sekitar kita,” tutup Sjarief.

Sementara itu, Kepala BPPP Ambon, Praatma Prihadi mengatakan, pelatihan ini digelar sebagai bentuk komitmen BPPP Ambon untuk membantu masyarakat berwirausaha. Pelatihan online dinilai sebagai solusi terbaik mengingat 9 instalasi milik BPPP sedang tutup karena berada di zona merah dan kuning Covid-19.

“Kami sengaja memilih pelatihan pembuatan kaki naga ini karena teknologinya sederhana dan mudah dikuasai, bergizi dan cocok untuk anak-anak, bahan bakunya mudah didapat, ekonomis, serta mudah disimpan dan didistribusikan,” terang Praatma.

Menurutnya, usaha ini cocok dikembangkan di tengah wabah Covid-19 ini. Untuk itu, pihaknya juga akan membuka forum konsultasi pasca-pelatihan untuk membantu purnawidya dalam melakukan strategi pemasaran dan analisis usahanya.

“Bapak, Ibu, Saudara sekalian, segera laporkan kepada kami jika sudah mulai mau berusaha menjual produknya. Kami akan bantu pemasarannya melalui penyuluh. Ini sudah pernah kami lakukan dan berhasil, misalnya di percontohan di daerah Hutumuri,” tandasnya.

Dua pelatihan yang digelar KKP hari ini memperoleh antusiasme yang besar dari masyarakat. Harijanto, pelaku usaha rumahan asal Kota Solo, Jawa Tengah, mengungkapkan bahwa dirinya merupakan masyarakat yang ikut terdampak Covid-19. Untuk menghadapi situasi sulit, ia memilih berjualan pentol frozen dan tahu frozen. Setelah mengikuti pelatihan pembuatan kaki naga hari ini, ia berharap dapat mengembangkan lagi usahanya.

“Terima kasih kepada BPPP Ambon karena telah mengajari saya untuk membuat kaki naga dengan bahan dasar ikan. Harapan saya, saya bisa mengembangkan usaha saya dengan memproduksi kaki naga ini dan nantinya akan saya bikin produk frozen untuk menambah aneka macam produk frozen saya,” katanya.

Adapun Heryanto Aponno, penyuluh perikanan asal Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara menuturkan bahwa pelatihan pembuatan kaki naga berbahan ikan tuna ini merupakan pengalaman baru baginya.

“Ke depan, saya dan teman-teman penyuluh dari Kabupaten Halmahera Timur akan melanjutkan pelatihan ini kepada pelaku utama, khususnya bagian pengolahan hasil perikanan,” tekadnya.

Adapun Ratih Mahargiani, penyuluh perikanan Kota Tegal yang turut menjadi peserta pembuatan Satolna mengaku memperoleh ilmu yang bermanfaat dengan mengikuti pelatihan.

“Alhamdulillah ilmunya sangat bermanfaat. Terima kasih juga sudah mengarahkan jauh-jauh hari sehingga  kami para peserta benar-benar siap dengan materi dan bahan pelatihan. Kami tunggu pelatihan-pelatihan selanjutnya,” ucapnya.

Lain lagi dengan Harumi Isnaini. PNS Kabupaten Banyuwangi itu menyebut sangat puas dengan cita rasa sambal yang dihasilkan. “Alhamdulillah sambalnya maknyus kata anak-anak saya  sehabis makan siang tadi. Berkat Satolna, piringnya sampai resik. Tidak usah dicuci kalau begini,” ungkapnya bersemangat. (wepe)