Kastara.id, Jakarta – Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menilai pengelolaan dana desa belum akuntabel dan terdapat tumpang tindih regulasi. Hal tersebut disampaikan Ketua Komite IV DPD RI Ajiep Padindang dalam rapat kerja Komite IV dengan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo, Dirjen Pembiayaan dan Transfer Non Dana Pembangunan Kementerian Keuangan Ubaidi Socheh, dan Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri Nata Irawan di Komplek Parlemen Senayan, Senin (17/7).

Ajiep mengatakan, sejumlah kementerian yang terlibat dalam implementasi dana desa terlihat tidak singkron, terutama untuk masalah regulasi. Setiap kementerian mengeluarkan regulasi masing-masing, seperti Kemendagri yang mengeluarkan regulasi tata cara pengelolaan keuangan desa, Kemenkeu mengatur mekanisme penyaluran dan pencairan dana desa, sedangkan Kemendes mengatur arah penggunaan dana desa.

Menurut Ajiep, mekanisme pengelolaan dana desa yang ada saat ini masih terlalu berbelit-belit. “Dalam implementasi harusnya lebih akuntabel dan sederhana. Makanya kami dorong agar pengaturan pemerintah desa ini disempurnakan, regulasinya jangan dibuat parsial per kementerian, agar pelaksanaannya mudah diterapkan di daerah. Solusinya ya disinkronkan dalam bentuk SK bersama atau peraturan pemerintah,” ujarnya.

Wakil Ketua DPD RI Nono Ssampono yang juga turut hadir mengeluhkan penyaluran dana desa di Indonesia wilayah timur yang belum maksimal. “Secara spesifik apa yang disampaikan Menteri sudah saya simak. Namun di kawasan timur masih ada kendala, desanya lebih sedikit dibanding Pulau Jawa dan Sumatera. Sementara Desa Adat sangat kuat, banyak desa yang seharusnya sudah jadi desa tapi belum bisa karena tradisi, artinya 1 desa terdiri dari 7 dusun, karena muatan adat maka jadi kendala padahal 1 dusun punya potensi jadi desa,” katanya.

Senator Maluku Utara Basri Salama menyampaikan bahwa tenaga pendamping orang yang mendampingi di desa itu tidak kompeten. ”Tenaga pendamping tidak datang tiap hari, tenaga pendamping PPNPN itu tidak membantu dalam penyusunan mengarahkan pengelolaan dana dewasa dengan baik. Bagaimana mengelola aset potensi laut, itu meskipun dari pusat tidak masalah. Sumber daya manusia di daerah masih kurang sehingga mengelola potensi alam di daerah belum maksimal. Contohnya, pariwisata, kelautan, dan perikanan,” ujar Basri.

Sementara itu dalam pemaparannya, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo mengatakan bahwa dalam menjalankan UU Nomor 6 sejak tahun 2015 lalu, pemerintah telah menyalurkan dana desa sebesar Rp. 20,8 Triliun. Meski diakuinya, saat itu masyarakat belum siap sehingga penyaluran menjadi kurang tepat sasaran.

“Pada tahun 2015 sangat tidak mungkin mengetahui kebutuhan desa secara tepat karena jumlah desa sangat banyak yaitu 74.053 desa. Sehingga Rp. 20, 8 Triliun dana yang terserap hanya 90 %. Peraturan masih baru disana, kepala desa juga masih terbatas pemahamannya,” katanya.

Menurut Eko, penyerapan dana desa di tahun 2016 mengalami peningkatan menjadi 99.83%. Pencapaian ini cukup baik, masyarakat mampu membangun 66.000 km jalan desa sesuai kebutuhan, 511 km jembatan di desa, 1.800 pasar, curah tambatan longsor ada 38.000 unit. “Semua itu adalah program unggulan yang diajukan oleh bupati daerah yang disampaikan dalam forum rapat dengan 19 kementerian lembaga terkait,” ujarnya.

Eko menjelaskan, terdapat 19 kementerian dan lembaga yang memiliki irisan program yang ada di desa, seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Pendidikan, Kementerian Pertanian, Kementerian Desa, Kementerian Kelautan dan beberapa kementerian lain yang konsern pada pembangunan di desa.

“Ada satu rapat di mana itu kita panggil bupati untuk berkomitmen, program unggulan bupati apa? Kita panggil 10 bupati dan 19 kementerian dan lembaga, BUMN, PUPR, Kelautan, kita juga undang 4 BUMN dan dunia usaha. Nah, untuk mengejar pertumbuhan ekonomi paling minim 7% untuk bisa maju, maka Indonesia butuh 1 tahun investasi sebesar Rp 3.500 Triliun,” katanya.

Selain itu, jelas Eko, Kementerian Desa juga memiliki struktur Satuan Petugas yang menampung temuan dari masyarakat, namun tidak memiliki wewenang penyidikan. Sejauh ini terdapat 900 laporan temuan, ada sekitar 400 kasus yang diserahkan ke KPK dan sisanya diserahkan kepada pihak kepolisian.

Sementara itu, Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kemendagri Nata Irawan memaparkan akan segera merevisi regulasi dan disesuaikan dengan kebutuhan perangkat desa. “Kami buat kebijakan PP 47 Tahun 2015, kami susun aplikasi penerimaan keuangan desa, antara Kemendes, Kemenkeu, BPKP agar perangkat desa yang menerima dana desa bisa menerapkannya dalam penggunaan dana transfer desa,” ujarnya.

Dirjen Pembiayaan dan Transfer Non Dana Pembangunan Kementerian Keuangan Ubaidi Socheh mengatakan, terdapat perubahan kebijakan terkait penyaluran dana desa pada tahun 2017. Umumnya ada dua tahap 60% tahap pertama dan tahap kedua 40%. “Dari Rekening kas negara ke kas umum daerah kalau persyarataan administrasi sudah lengkap maka akan dicairkan pada bulan Maret dimana dana tersebut sebesar Rp 36 T dari Rp 60 T.

Untuk 2018, Ubaidi Socheh mengatakan bahwa Kemenkeu fokus pada program mempercepat mengentaskan kemiskinan, mengatasi prasarana antar publik di desa, peningkatan kualitas hidup masyarakat desa. Kemenkeu juga akan mengurangi bobot alokasi dasar dan meningkatan bobot alokasi formula sehingga bisa mengentaskan desa tertinggal. (npm)