PEN

Kastara.ID, Jakarta — Usia kemerdekaan Republik Indonesia sudah menapaki 78 tahun. Sudah banyak kemajuan yang diraih, tetapi upaya menyejahterakan seluruh rakyat masih menjadi pekerjaan besar. Isu ketimpangan antarwilayah masih menjadi tantangan besar untuk menghadirkan keadilan sosial. Berbagai instrumen pemerataan pembangunan terutama penguatan otonomi daerah juga belum sepenuhnya optimal.

Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris mengungkapkan, walau otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab sudah diimplementasikan di Indonesia lebih dua dekade lalu melalui Undang-Undang 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, tetapi dalam praktiknya mengalami dinamika jika tidak ingin disebut mengalami pasang surut. Padahal, implementasi otonomi daerah yang mantap menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan percepatan dan pemerataan pembangunan untuk mengatasi ketimpangan antarwilayah di Indonesia sebagaimana cita-cita para pendiri bangsa.

“Walau sudah 78 tahun merdeka, tetapi ketimpangan antarwilayah di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah kita bersama. Oleh karena itu, kita butuh komitmen tinggi untuk memperkuat otonomi daerah. Ini karena, jika kewenangan daerah dalam mengelola sumber daya dan kebutuhan lokal sesuai dengan kondisi wilayahnya diperkuat, maka akan terjadi percepatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di semua daerah. Jika pembangunan di semua daerah berdenyut kencang, maka kesenjangan antarwilayah di negeri ini bisa kita atasi,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (16/8).

Menurut Fahira Idris, salah satu kunci agar otonomi daerah efektif mengatasi ketimpangan antarwilayah di Indonesia adalah berbagai produk undang-undang yang dihasilkan Pemerintah dan DPR, nafasnya harus menguatkan porsi kewenangan daerah. Daerah akan mampu mengelola anggaran, membuat kebijakan pembangunan, mengatur sektor ekonomi, mengelola sumber daya alam secara bertanggung jawab, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan berbagai aspek lain yang berdampak pada perkembangan daerahnya masing-masing,  jika porsi kewenangan daerah diperluas, bukan dipersempit.

Saat ini, lanjut Fahira Idris, daerah-daerah di Indonesia membutuhkan dukungan Pemerintah Pusat terutama dalam pengembangan sumber daya manusia, peningkatan infrastruktur, redistribusi pendapatan, dan pemberdayaan ekonomi di wilayah-wilayah yang tertinggal. Penguatan kewenangan daerah terutama dalam pengelolaan berbagai potensi untuk meningkatkan pendapatan daerah atau APBD dibutuhkan agar pemerintah daerah memiliki keleluasaan untuk meningkatkan akses warganya ke pendidikan, kesehatan, dan layanan dasar lainnya untuk menghilangkan kesenjangan sosial-ekonomi di wilayahnya masing-masing.

“Namun, efektivitas otonomi daerah dalam mengatasi kesenjangan antarwilayah juga tergantung pada sejumlah faktor salah satunya, kemampuan pemerintah daerah dalam merencanakan, mengelola, dan melaksanakan kebijakan serta program-program pembangunan. Faktor lain yang juga tidak kalah penting adalah kemampuan daerah mengoptimalkan segala potensi yang ada di daerah, dan tentunya komitmen untuk memberi ruang yang bermakna bagi warga untuk partisipasi aktif dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan,” pungkas Senator Jakarta ini. (dwi)