UGM

Kastara.ID, Jakarta – Tanda pagar atau tagar #UGMBohongLagi menjadi trending topic di media sosial Twitter pada Selasa (17/12) sejak pagi. Hingga pukul 12.00 WIB, twit dengan tagar tersebut telah mencapai lebih dari 11.000.

Melansir dari penjelasan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa (KM) Uiversitas Gadjah Mada (UGM) M Atiatul Muqtadir melalui akun Twitternya @fathuurr_, tagar ini menjadi pengingat kasus yang berawal dari upaya pengesahan peraturan kekerasan seksual di UGM.

Dalam akun Twitternya, Atiatul menuliskan, ”Ada apa dengan #UGMBohongLagi?? Tanpa menghormati rasa hormat kepada semua elemen civitas akademika gadjah mada, utas ini bukanlah upaya menjatuhkan kampus biru tercinta. Saya belajar dan tumbuh disini. Izinkan ikut dalam agenda perbaikan kampus ini”.

Keramaian ini bermula dari tuntutan mahasiswa kepada pihak kampus terkait kasus kekerasan seksual pada mahasiswa UGM saat KKN yang terjadi pada 2018 lalu. Terungkapnya kasus ini, membuat pihak UGM mendapatkan tekanan publik dan pemberitaan untuk memberikan respons dan menindaklanjuti kasus ini dengan serius.

Di penghujung tahun 2018, UGM berjanji akan membentuk tim penyusun draf peraturan tersebut. Pihak mahasiswa pun dilibatkan dalam penyusunan peraturan ini.

Pada 28 Februari 2019, perwakilan mahasiswa dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bertemu dengan tim penyusun untuk membahas draft peraturan ini. Pada 29 Mei 2019, tim penyusun telah menyerahkan draf peraturan kekerasan seksual ke pihak rektorat. Namun, aturan itu tidak kunjung mendapatkan kepastian. Akhirnya mahasiswa pun mendesak kepada pihak rektorat pada 25 Juli 2019. Dan pihak rektorat pun berjanji akan mengesahkan peraturan tersebut pada Desember 2019.

Karena tak kunjung mendapatkan kepastian, pada 13 November 2019 Aliansi Mahasiswa UGM akhirnya menggelar aksi bertajuk “Menggugat Gadjah Mada”. Dari aksi tersebut, pihak rektorat berjanji akan mengesahkan peraturan ini selambat-lambatnya pada 13 Desember 2019. Namun hingga tanggal yang telah dijanjikan berlalu, peraturan yang dimaksud tak kunjung disahkan.

Berdasarkan informasi terakhir yang ia dapat pada Senin (9/12), peraturan masih diproses Senat Akademik (SA). Pihak rektorat beralasan harus menunggu sidang pleno Senat Akademik yang dilaksanakan setiap satu bulan sekali.

Menanggapi hal ini, Direktur Kemahasiswaan UGM Suharyadi mengungkapkan, draf SK telah diterima oleh pihak Rektor UGM. “Draf sudah di-ACC oleh Rektor, dan sekarang sudah dikirim ke Senat Akademik untuk diminta pengesahannya,” katanya. Peraturan ini merupakan SK Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di UGM. “Info dari sekretariat rektor, draf peraturan masuk ke SA tanggal 27 November, dengan nomor suratnya 8236/UN1.P/HUKOR/HK/2019,” pungkasnya. (yan)