PT PANN

Kastara.ID, Jakarta – Keinginan pemerintah menambah utang tampaknya masih sangat besar. Meski saat ini nilai utang pemerintah sudah menyentuh angka Rp 6000 triliun. Pada 2021 pemerintah berencana kembali menarik utang senilai Rp 1.654 trilun.

Dikutip dari kompas.id, Senin (18/1), Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, utang dibutuhkan untuk menutup defisit anggaran. Sampai akhir Desember 2020 mencapai defisit anggaran mencapai Rp 956,30 triliun. Selain itu juga untuk membayar utang yang sudah jatuh tempo. Artinya untuk membayar utang pemerintah harus berutang terlebih dahulu.

Sri Mulyani menjelaskan, posisi utang pemerintah mengalami peningkatan dibanding tahun lalu. Hal ini menurut Sri Mulyani akibat pandemi Covid-19 yang hingga kini masih melanda tanah air. Selain itu juga akibat adanya peningkatan kebutuhan pembiayaan untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.

Dikutip dari laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kinerja dan Fakta (APBN KiTa) Ahad (17/1), hingga akhir Desember 2020 utang pemerintah sebesar Rp 6.074,56 triliun. Jumlah ini melonjak 27,1 persen dibanding tahun lalu. Meski demikian pemerintah berniat kembali berutang sebanyak Rp 1.654,92 triliun lagi pada 2021.
Padahal sepanjang 2020, pemerintah sudah menarik utang hingga Rp 1.295,28 triliun.

Besarnya nilai utang tersebut menjadikan rasio utang pemerintah setara 36,68 persen Produk Domestik Bruto (PDB). Sri Mulyani menjelaskan, pihaknya akan tetap menjaga utang pemerintah berada dalam batas tertentu. Hal ini sebagai bentuk pengendalian terhadap risiko sekaligus menjaga keseimbangan makro ekonomi.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menerangkan dalam UU No 17/2003 telah diatur batas maksimal rasio utang terhadap PDB adalah 60 persen. Sri Mulyani menerangkan secara komposisi utang pemerintah 85,96 persen berbentuk Surat Berharga Negara (SBN). Pemerintah mengaku akan memprioritaskan sumber utang domestik untuk mengelola risiko utang dalam bentuk valuta asing. (mar)