PT PLN (Persero)

Kastara.ID, Jakarta – PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mencatat kerugian sejumlah Rp 38,88 triliun di kuartal I 2020.

Kinerja keuangan perusahaan itu mengalami penurunan dibanding kuartal I 2019 yang berhasil meraup laba bersih Rp 4,157 triliun.

Menurut Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini, penyebab meruginya perusahaan pada tiga bulan pertama tahun ini. Zulkifli menyebutkan, kurs rupiah yang melemah terhadap dolar AS sejak virus corona mulai masuk ke Indonesia.

Ia menegaskan, nilai tukar rupiah saat itu sempat menyentuh level Rp 16.367 per dolar Amerika Serikat.

Turunnya rupiah membuat perusahaan wajib mencatat selisih kurs dalam pembukuannya sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 10.

“Perlu kami sampaikan akhir Maret 2020 terjadi pelemahan nilai tukar terhadap mata uang asing akibat sentimen negatif dan lain-lain. Jadi, itu adalah rugi accounting akibat selisih kurs,” kata Zulkifli dalam keterangan tertulisnya, Kamis (18/6).

Dalam laporan keuangan perusahaan kuartal I 2020 disebutkan, untuk periode tiga bulan yang berakhir 31 Maret 2020 dan 2019 (Tidak Diaudit), kerugian terbesar berasal dari tertekannya kurs rupiah terhadap dolar AS. Total rugi kurs mata uang asing mencapai Rp 51,97 triliun. Sebagai pembanding, pada kuartal I 2019 PLN mencatatkan keuntungan kurs mata uang asing senilai Rp 4 triliun.

Sementara jumlah beban usaha PLN naik menjadi Rp 78,79 triliun dari Rp 73,635 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Kenaikan beban usaha terutama berasal dari biaya pembelian tenaga listrik yang meningkat 29,47 persen dari Rp 19,95 triliun di kuartal I 2019 menjadi Rp 25,83 triliun pada kuartal pertama tahun ini.

Meski begitu, pendapatan usaha perusahaan naik. Penjualan tenaga listrik di 3 bulan pertama 2020 mencapai Rp 70,24 triliun, sementara di periode yang sama tahun lalu Rp 66,84 triliun.

Pendapatan dari penyambungan pelanggan bertambah menjadi Rp 1,83 triliun dari sebelumnya Rp 1,607 triliun. Begitu juga pendapatan lain-lain sejumlah Rp 622,61 miliar yang lebih baik dibanding Rp 463,32 miliar pada kuartal I 2019 lalu.

Subsidi listrik yang diperoleh dari pemerintah pun naik dari Rp 11,52 triliun pada kuartal I 2019 menjadi Rp 12,89 triliun di Januari-Maret 2020.

Sebenarnya PLN masih meraup laba usaha setelah subsidi sejumlah Rp 6,8 triliun. Tapi selain rugi kurs sejumlah Rp 51,97 triliun, PLN juga menanggung beban pajak Rp 15,045 triliun pada 3 bulan pertama tahun ini. Dari situ lah tercatat kerugian Rp 38,88 triliun. Karena itu, Zulkifli mengatakan, kinerja keuangan perusahaan masih positif jika dilihat dari total pendapatan usaha.

“Jadi sampai akhir Maret itu kinerja keuangan masih menunjukkan positif kecuali akibat kurs yang melemah,” terangnya.

Pandemi Covid-19 yang belum menunjukan tanda-tanda reda membuat penjualan listrik berkurang terutama untuk sektor industri di regional Jawa karena banyak pabrik tidak beroperasi.

Zulkifli menyebut, pada bulan lalu, perusahaan harus kehilangan pendapatan Rp 3 triliun.

Hilangnya pendapatan Rp 3 triliun berasal dari penjualan industri yang turun 15 persen atau sekitar 3.000 mega watt (MW). Padahal, penjualan listrik rumah tangga naik seiring dengan aktivitas di rumah saja, tapi masih belum bisa menutup kehilangan pendapatan dari sektor industri.

“Jadi kenaikan konsumsi listrik rumah tangga belum meng-cover penurunan listrik industri sehingga yang kami lihat adalah pendapatan bulanan PLN yang biasanya Rp 25 triliun per bulan, di bulan lalu hanya Rp 22 triliun, jadi ter-impact Rp 3 triliun,” tuturnya. (mar)