Perbudakan di Kapal Ikan

Kastara.id, Jakarta – Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mendesak pemerintah menyelesaikan masalah perbudakan di atas kapal perikanan. Salah satunya dengan meratifikasi Konvensi ILO 188 Tahun 2007 (KILO 188). Ratifikasi KILO 188 ini akan memberikan perlindungan kepada sekitar 18.450 nelayan ABK kapal perikanan di luar negeri.

“KILO 188 ini juga akan dapat melindungi sekitar 2,7 juta Warga Negara Indonesia yang bekerja di sektor perikanan sebagai nelayan (ABK, nakhoda, ahli pancing) di laut pada 550,000 kapal ikan,” ujar Ketua KNTI Marthin Hadiwinata di Jakarta, Senin (18/12).

Marthin mengatakan, pekerja perikanan dan nelayan Indonesia harus memiliki standar perlindungan yang wajib dipenuhi oleh pelaku usaha. Mereka yang mempekerjakan pekerja perikanan dan nelayan yang bekerja di atas kapal skala-industri termasuk nelayan dengan kapal tradisional skala kecil.

“Harus diberi sanksi jika tidak memberikan jaminan standar perlindungan bagi para pekerjanya. Keseriusan pemerintah sangat dinantikan,” kata dia.

Marthin juga mengungkapkan, salah satu kasus tragis yakni meninggalnya Supriyanto seorang nelayan migran asal Tegal, tewas akibat disiksa dan diperbudak di atas kapal perikanan berbendera Taiwan. Kasus itu hendaknya menjadi pelajaran berharga.

Kasus Supriyanto merupakan contoh fenomena gunung es perlindungan nelayan ABK Kapal Perikanan. “Jangan sampai kasus tragis ini terulang kembali,” tandasnya.

Setidaknya terdapat lima bentuk kasus utama yang dihadapi oleh nelayan ABK perikanan meliputi: pertama, sengketa ketenagakerjaan; kedua, penyelundupan manusia; ketiga, traficcking in Persons; keempat, illegal fishing; hingga kelima, penyalahgunaan narkoba.

Beberapa akar masalah yang diidentifikasi empat penyebab utama yaitu: 1. Kewenangan yang tumpang tindih antara kementerian dan lembaga ditambah dengan tidak berjalannya koordinasi antar institusi pemerintah; 2. Pengawasan yang lemah karena sektoral dan terpisah; 3. Pemahaman mengenai konsep dan konteks Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), kerja paksa dan prinsip-prinsip dan hak mendasar di tempat kerja; dan 4. Kerangka hukum internasional yang lemah. (mar)