COVID-19

Kastara.ID, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bengkak nyaris Rp 200 triliun hanya dalam tempo sebulan. Rinciannya, dari Rp 500,5 triliun atau 3,05 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada Agustus 2020 menjadi Rp 682,1 triliun atau 4,16 persen dari PDB pada September 2020.

“Dari bulan lalu, naiknya 1 persen. Ini masih sesuai dengan skenario kita di Perpres 72 yang memang countercyclical,” ujar Sri Mulyani, Senin (19/10).

Lebih lanjut, Sri Mulyani mengatakan, defisit anggaran meningkat dengan cepat karena pertumbuhan belanja negara tumbuh 15,5 persen sampai September 2020. Jumlahnya mencapai Rp 1.841,1 triliun atau 67,2 persen dari target Rp 2.739,2 triliun.

Kontribusi pertumbuhan belanja negara berasal dari belanja pemerintah pusat mencapai 21,2 persen dan transfer ke daerah 5,8 persen. Nominalnya, belanja pemerintah pusat mencapai Rp 1.211,4 triliun atau 61,3 persen dari target dan transfer ke daerah Rp 629,7 triliun atau 82,4 persen dari target.

Lebih rinci lagi, belanja pemerintah pusat terdiri dari belanja k/l sebesar Rp 632,1 triliun dengan pertumbuhan 13,7 persen dan belanja non k/l mencapai Rp 579,2 triliun dengan pertumbuhan 30,7 persen. Sementara transfer ke daerah terdiri dari transfer umum Rp 572 triliun yang tumbuh 3,8 persen dan Dana Desa Rp 57,7 triliun yang tumbuh 42,2 persen.

“Belanja negara itu tumbuhnya 15,5 persen, belanja pemerintah pusat 21,2 persen, transfer ke daerah naik 5,8 persen,” terangnya.

Berbanding terbalik dengan pertumbuhan belanja yang kian meningkat jelang tutup tahun, penerimaan negara justru seret. Penerimaan negara justru minus 13,7 persen dengan nominal Rp 1.159 triliun atau 68,2 persen dari target Rp 1.699,9 triliun.

Sementara untuk penerimaan pajak sebesar Rp 750,6 triliun atau 62,6 persen dari target dengan pertumbuhan yang terkontraksi 16,9 persen. Namun, penerimaan kepabeanan masih tumbuh 3,8 persen dengan nominal Rp 141,8 triliun atau 68,9 persen dari target.

Lalu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) terkontraksi 13,6 persen, meski nominalnya sudah mencapai Rp 260,9 triliun atau 88,7 persen dari target. Sedangkan penerimaan hibah Rp 5,7 triliun atau 436,9 persen dari target dengan pertumbuhan 483,9 persen.

Dari kondisi APBN ini, keseimbangan primer minus Rp 447,3 triliun. Pemerintah pun mengambil pembiayaan anggaran dari surat utang mencapai Rp 784,7 triliun atau 75,5 persen dari target Rp 1.039,2 triliun dengan pertumbuhan melonjak 154,9 persen.

“Nanti kami akan update dengan angka kita karena kita perlu lihat dinamika dari sisi penerimaan dan belanja,” pungkasnya. (mar)