Surge

Kastara.ID, Jakarta – Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia pada Kabinet Kerja, Rudiantara menyebutkan bahwa anak muda Indonesia punya kreativitas, yang sebetulnya akan menjadi pendorong ekonomi di Indonesia, khususnya dalam bidang ekonomi digital.

Bagusnya, menurut Rudiantara, pemerintah saat ini melalui Kementrian Kominfo sudah mereposisi dirinya. Dulu hanya sebagai regulator, sekarang lebih dari itu, Kementrian Kominfo lebih bersifat sebagai fasilitator, bahkan juga sebagai akselerator.

“Contohnya, anak muda yang ingin membangun startup lewat aplikasi, itu tidak perlu izin dari Kementrian Kominfo, cukup registrasi saja,” jelas Rudiantara dalam acara Konferensi Virtual berjudul “Sinergi Digital Ecosystem Membangun Solusi-preneuer” di Indonesia” yang diselenggarakan Surge Digital Ecosystem, di Jakarta (17/12).

Rudiantara menyebut bahwa masyarakat dunia sekarang sudah masuk pada era DNA (Device, Network, and Application) dan yang paling cepat tumbuh adalah bisnis digital dengan aplikasi.

Karena itulah, dalam memasuki era DNA tadi, Rudiantara mengajak generasi muda untuk berpartisipasi dalam bisnis dunia digital, misalnya berinvestasi di industri digital.

Apalagi sekarang ini generasi milenial mulai tertarik berinvestasi di bursa saham. Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), sekitar 60-70% investor-investor muda yang berusia sampai 40 tahun menanamkan modal di bursa saham.

Menurut Rudiantara, generasi muda yang berinvestasi bisnis digital di bursa saham tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga bisa membantu masyarakat untuk mendapatkan akses informasi, bahkan akses internet gratis, seperti yang dikembangkan oleh PT Solusi Sinergi Digital. Melalui konsep Surge Digital Ecosystems, perusahaan ini menjalankan tiga pilar usaha terpadu, yakni:
1) Periklanan Digital;
2) Pengembangan Produk Digital;
3) Jaringan Infrastruktur Telekomunikasi.

Menurut Rudiantara, selain mengembangkan produk aplikasi, ada satu hal yang menarik dari model bisnis ini. Masyarakat bisa mengakses internet melalui wifi gratis.

“Beda kalau kita mengakses internet dengan kuota data yang harus dibeli, misalnya, saat kita melihat berita-berita di internet, tiba-tiba muncul iklan. Sudah kuota tersedot, kita juga harus melihat iklan,” ujar Rudiantara.

“Intinya, Surge ingin masyarakat agar tidak mengeluarkan uang untuk mendapatkan informasi. Ada tantangan juga, masih ada sekitar 12000 desa yang belum punya 4G, dari sekitar 73 ribu desa. Jadi artinya, masih ada desa-desa terpencil tapi punya nilai ekonomi tinggi. Dengan mengadakan jaringan internet gratis, Surge semoga bisa memenuhinya,” jelas Rudiantara.

Berdasarkan fakta itulah, Surge mengajak masyarakat Indonesia, terutama dari generasi milenial untuk ikut berpartisipasi meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian rakyat melalui bisnis digital.

“Kami mengajak lapisan masyarakat yang memiliki visi yang sama dengan kami, mengajak bersama-sama memiliki Surge ini dengan cara berinvestasi. Mulai 22 Desember 2020, Surge “go public” di bursa efek, dengan kode saham WIFI,” jelas Hermansjah Haryono selaku Direktur Utama PT Solusi Sinergi Digital.

“Generasi muda memang lebih mengerti bisnis digital. Mereka bisa ikut partisipasi juga ikut memiliki sesuatu yang mereka pahami. Mereka juga  kan sebagai pemakai perangkat digital, jadi mereka bisa ambil bagian dengan berinvestasi di Surge,” kata Alexander Rusli, Komisaris PT Solusi Sinergi Digital.

Bisnis Surge adalah mengkombinasikan free wi-fi dengan iklan. Surge memiliki jaringan internet yang dikembangkan dari infrastruktur jaringan telekomunikasi yang dibangun di Pulau Jawa, kemudian diintregrasikan dengan periklanan digital. Proses inilah yang membuat Surge masih bisa menghasilkan pendapatan dari iklan atas penggunaan jaringan free wi-fi oleh penggunanya.

“Penduduk di sekitar jalur Kereta Api itu ada sekitar 100 juta lebih. Anggap saja tiap hari menggunakannya free wifi itu 10 juta  atau 10 persennya saja. Itu artinya Surge akan memiliki revenue, 10 miliar sehari. Itu baru dari free-wifi dan iklannya, belum termasuk dari pilar media lainnya,” ujar Hermansjah Haryono.

Menurut Hermansjah Haryono, saat Surge IPO di bursa saham, market value-nya sekitar 1 triliun rupiah, sedangkan total investasi yang sudah dikeluarkan Surge adalah 750 miliar rupiah. Ekpekstasi Surge pada tahun 2021 dengan memperhitungkan pandemik Covid masih terjadi adalah dengan target profit 250 miliar rupiah.

Saat mulai melantai di bursa saham, Surge menawarkan 99.174.100 lembar saham kepada publik atau setara dengan 5,25% dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO, dengan harga pelaksanaan Rp 530,- per lembar saham. (nth)