Kastara.id, Jakarta – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Mahyudin meminta pemerintah serius menangani beredarnya bibit cabai yang merupakan media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) berupa benih cabai ilegal.

Bakteri tersebut merupakan OPTK A1 Golongan 1 (belum ada di Indonesia) dan tidak dapat diberikan perlakuan apapun selain eradikasi (pemusnahan). “Pemerintah harus memperketat pengawasan bibit yang masuk ke Indonesia. Tujuan kita swasembada pangan tapi kalau bakteri dan virus yang masuk kita malah celaka,” kata Mahyudin di Jakarta (19/12).

Mahyudin juga mendengar adanya bibit padi yang diimpor oleh Kementerian Pertanian yang mengandung bakteri. Bila itu benar adanya, pemerintah harus serius menangani bibit berbakteri ini.

“Nah ini jangan main-main kalau bakteri yang masuk justru merusak tanaman padi nasional, kita bisa terancam gagal panen secara nasional dan mengancam kesediaan pangan kita. Jadi pemerintah harus serius menangani ini jangan main-main. Kalau ini benar adanya ini sangat bahaya sekali untuk pangan nasional,” ujarnya.

Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian Spudnik Sujono mengatakan, bakteri Erwinia Chrysanthemi yang ada di benih cabai Cina itu dapat menimbulkan kerusakan ataupun kegagalan produksi hingga 70 persen. Selain itu, bakteri ini juga dapat menular atau menyerang berbagai tanaman lainnya, termasuk aneka bawang, kentang, dan sawi. “Bila menyerang tanaman-tanaman tersebut, kerugian ekonomi Indonesia akan lebih besar,” kata Spudnik.

Oleh karena itu, pihaknya siap melakukan sosialisasi ke Kabupaten Bogor dan sekitarnya mengenai gejala serangan bakteri Erwinia Chyrsathemi pada beberapa tanaman hortikultura.

Spudnik menambahkan, Hortikultura mengirimkan surat kepada Kepala Dinas Pertanian Provinsi maupun Kabupaten dan Kota lebih memantau produsen benih serta untuk lebih selektif dalam pemberian rekomendasi terhadap orang asing, terutama terhadap benih-benih yang akan dikembangkan. “Kami akan menurunkan Pengawas Benih Tanaman untuk memperketat peredaran benih hortikultura, terutama cabai,” ujarnya.

Sebelumnya Badan Karantina Pertanian telah memusnahkan tanaman cabai yang merupakan media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) berupa benih cabai ilegal. Bakteri tersebut merupakan OPTK A1 Golongan 1 (belum ada di Indonesia) dan tidak dapat diberikan perlakuan apapun selain eradikasi/pemusnahan.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, produksi cabai nasional tahun 2014 sebesar 1,075 juta ton dan estimasi harga cabai hari ini Rp 60 ribu per kilogram. Maka potensi kerugian ekonomi produksi cabai dapat mencapai Rp 45,1 triliun.

Selain itu, bakteri ini juga bisa menyerang dan menular pada tanaman-tanaman lain yang ada di Indonesia. Di antaranya bawang dan kentang. Penularan tersebut melalui sentuhan antardaun. Atau jika manusia menyentuh daun dari tumbuhan tersebut lalu menyentuh tumbuhan lain juga bisa tertular.

Tanaman cabai dari Cina itu ditanam di lahan sekitar 4.000 meter persegi di kawasan perbukitan (kurang lebih 500 mdpl) di Desa Sukadamai, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor. (npm)