Kastara.ID, Jakarta — Stunting atau sering disebut kerdil atau pendek adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), masih menjadi tantangan besar bagi Indonesia. Itulah kenapa, ketiga pasang calon presiden/wakil presiden (capres/cawapres) menjadikan persoalan stunting sebagai salah satu fokus utama program kerjanya.

Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta yang juga aktivis perempuan Fahira Idris mengungkapkan, fokus ketiga pasang capres/cawapres untuk menurunkan angka stunting menjadi sebuah keniscayaan. Ini karena stunting berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi sebesar dua hingga tiga persen dari PDB sebuah negara. Bahkan, ancaman paling nyata dari stunting terutama bagi Indonesia adalah berpotensi besar mengganjal cita-cita Indonesia Emas 2045. Untuk itu, para capres/cawapres harus memiliki pendekatan yang menyeluruh untuk mencegah stunting. Salah satu yang paling penting adalah masa 1.000 hari pertama kehidupan.

“Masa 1.000 hari pertama kehidupan yaitu 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pada dua tahun pertama kehidupan bayi dan anak-anak Indonesia adalah kunci utama pencegahan stunting. Masa ini merupakan masa yang paling kritis dalam tumbuh kembang anak. Artinya, jika ingin menurunkan angka stunting, para capres/cawapres juga harus punya program peningkatan gizi buat ibu hamil. Bahkan jika ingin lebih progresif, para capres juga harus punya program peningkatan gizi periode pra konsepsi yaitu untuk wanita usia subur dan remaja,” ujar Fahira Idris melalui keterangan tertulisnya (20/11).

Jika merujuk Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 sebanyak 48,9% ibu hamil di Indonesia menderita anemia dan sebagian lainnya mengalami gangguan Kurang Energi Kronis (KEK). Akibatnya, prevalensi bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yang merupakan salah satu penyebab utama stunting masih tinggi yaitu sekitar 6,2%. Selain itu, pemberian ASI, makanan dan pola asuh pada periode 0-23 bulan yang tidak tepat akan mengganggu tumbuh kembang anak.

“Jadi untuk menurunkan angka stunting harus dilakukan dari pemenuhan kebutuhan nutrisi dimulai dari 1.000 HPK atau pada saat Ibu hamil. Selama hamil, para Ibu harus dipastikan mengonsumsi nutrisi utama seperti karbohidrat, lemak dan protein dan asupan yang kaya akan vitamin, mineral dan zat besi. Sedangkan untuk Ibu menyusui dan anak 0-23 bulan, pencegahan stunting salah satunya melalui pemberian makanan tambahan pemulihan bagi anak kurus dan promosi pertumbuhan terutama lewat Posyandu. Sangat baik jika ada program masif pemberian suplementasi tablet tambah darah untuk remaja putri dan wanita usia subur,” pungkas Aktivis Perlindungan Anak ini.

Sebagai informasi, stunting atau masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya. Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus dua standar deviasi panjang atau tinggi anak seumurnya. Walau di Indonesia tren angka stunting terus turun, tetapi masih harus bekerja keras untuk memenuhi ambang batas yang ditetapkan WHO yaitu 20%. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi balita stunting di Indonesia mencapai 21,6% pada 2022. Angka ini turun 2,8 poin dari tahun sebelumnya. (dwi)