UKM

Kastara.ID, Jakarta – Pemprov DKI Jakarta telah membuat aturan yang mewajibkan warganya mengikuti program vaksinasi Covid-19. Melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2020 yang mengatur tentang penanganan Covid-19, Pemprov DKI Jakarta mengancam siapa pun yang menghalangi atau menolak vaksinasi.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengungkapkan, warga yang menolak vaksinasi akan dikenakan denda mulai dari Rp 5 juta hingga Rp 7 juta rupiah. Denda juga berlaku bagi siapa pun yang menghalangi program vaksinasi.

Dalam Perda 2/2020 terdapat beberapa tindakan yang bisa berbuah sanksi, yakni menolak tes Polymerase Chain Reaction (PCR) yang diselenggarakan oleh Pemprov DKI Jakarta dikenakan denda Rp 5 juta. Menolak vaksinasi juga akan dikenakan sanksi denda Rp 5 juta.

Membawa jenazah Covid-19 tanpa izin juga dianggap sebagai pelanggaran Perda 2/2020 dan diancam denda Rp 7,5 juta. Sedangkan kabur dari lokasi isolasi yang sudah ditentukan akan dikenakan denda Rp 5 juta.

Saat memberikan keterangan di Balai Kota Jakarta (18/12), Riza menambahkan, bagi yang merasa keberatan dengan Perda 2/2020 dipersilakan mengajukan gugatan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Agung (MA).

Politisi Partai Gerindra ini tidak mempermasalahkan selama dilakukan melalui jalur yang benar. Riza yakin Perda Nomor 2 Tahun 2020 sudah melalui prosedur pembentukan hukum yang benar. Perda tersebut juga telah mendapat persetujuan DPRD DKI Jakarta.

Sebelumnya, seorang warga yang berdomisili di DKI Jakarta bernama Happy Hayati Helmi melayangkan gugatan Judicial Review terhadap Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2020. Kuasa hukum Happy, Victor Santoso Tandasia menjelaskan, pasal yang digugat adalah Pasal 30 tentang ancaman denda bagi warga yang menolak vaksinasi secara sengaja.

Victor mengatakan, pasal tersebut bersifat memaksa dan tidak memberikan pilihan bagi warga yang berdomisili di DKI Jakarta. Selain itu besaran atau nilai denda dirasa di luar kemampuan pemohon mengingat denda bisa juga dikenakan keluarga pemohon.

Victor menilai Perda 2/2020 bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU Nomor 12 Tahun 2011 yang telah diubah dengan UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. (hop)