Kastara.ID, Jakarta – Penghapusan UN atau USBN tahun 2020 melalui pencabutan Prosedur Operasional Standar (POS) pelaksanaan USBN menuai respons positif, namun terselip kekhawatiran. Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BNSP) memastikan tak lagi turut campur dan pembuatan soal ujian di sekolah dan soal akan dibuat oleh sekolah masing-masing.

Penghapusan USBN tahun 2020 ini berakibat pada pembuatan soal-soal ujian menjadi wewenang pihak sekolah. Selama ini, sebelum USBN dihapus, BNSP memiliki porsi 25 persen dalam pembuatan soal ujian, dan 75 persen lainnya dibuat oleh Dinas Pendidikan Provinsi setempat.

Merespons hal tersebut, pengamat Pendidikan Andreas Tambah dari Komnas Pendidikan menyebutkan bahwa yang perlu diwaspadai adalah munculnya soal-soal ujian versi sekolah yang bersifat plagiasi dari bank-bank soal yang telah ada. Menurutnya, potensi ini muncul berkaitan dengan kompetensi seseorang guru yang berbeda-beda.

“Kalau selama ini guru hanya copy paste atau menggunakan bank soal yang ada, itu yang berbahaya,” kata Andreas, dilansir dari CNNIndonesia.com (22/1).

Untuk menghindari potensi seperti itu, perlu ada semacam penyegaran kembali untuk melakukan pelatihan kepada guru-guru. Sebab, kompetensi guru memang harus jadi perhatian ketika kebijakan penghapusan USBN ini diterbitkan.

Selain itu, Andreas juga menyoroti pemerataan pendidikan yang belum optimal. Ia menyinggung jumlah guru pada setiap sekolah yang tak sama.

Terlepas dari kekhawatiran itu, dia mengatakan peghapusan USBN bisa jadi kesempatan yang baik bagi sekolah-sekolah di daerah. Menurutnya apa yang diajarkan sekolah di daerah, umumnya berbeda kompetensinya dengan sekolah di kota-kota besar. (ant)