Presiden

Kastara.ID, Jakarta – Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menduga keinginan pendukung Joko Widodo (Jokowi) agar masa jabatan Presiden RI diperpanjang jadi tiga periode didasari oleh dua alasan. Bivitri menyebut alasan pertama adalah adanya kultus individu terhadap Jokowi. Alasan kedua adalah pendukung khawatir terjadi ketidakpastian jika kepemimpinan berganti.

Saat berkomentar (21/6), Bivitri menjelaskan hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dirilis Ahad (20/6), memperlihatkan adanya kecenderungan kultus individu. Survei yang dilakukan pada 21-28 Mei 2021 itu memperlihatkan 74 persen responden ingin masa jabatan presiden dua periode tetap dipertahankan.

Namun pada saat bersamaan 40,2 persen responden juga setuju jika Jokowi kembali maju sebagai calon presiden (Capres) di 2024. Temuan ini menurut Bivitri menunjukkan adanya efek Jokowi yang menjadi variabel.

Bivitri menambahkan, muncul optimisme banyak yang melihat pentingnya pembatasan masa jabatan presiden sebagai bentuk pemikiran demokratis. Hal ini terlihat dari angka 74 persen yang dihasilkan survei tersebut. Namun pemikiran tentang demokrasi seketika runtuh ketika responden disodorkan nama Jokowi.

Pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera ini menduga, para pendukung sudah terbiasa hidup nyaman sehingga tidak ingin ada pergantian pemimpin. Bivitri mengakui ada kecenderungan manusia tidak mau keluar dari zona nyamannya. Itulah sebabnya mereka tidak ingin ada pergantian presiden jika tidak ada kepastian apakah hidup akan menjadi lebih baik.

Bivitri juga menyoroti profil responden survei SMRC. Meski sebaran desa dan kotanya berimbang, hampit 50-50 tapi ada aspek pendapatan. Ia menduga kelas menengah ke atas mendominasi responden dan 40 persen dari suku Jawa. Sehingga angka yang dihasilkan mengkonfirmasi kecenderungan seperti yang Bivitri sebutkan.

Bivitri menilai wacana tiga periode yang di antaranya diserukan oleh Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari berbahaya. Pasalnya hal itu bisa mendorong masyarakat untuk berpikir ulang soal pembatasan kekuasaan. Terlebih Qodari dan kawan-kawannya mengajukan nama Jokowi.

Ada tiga bahaya yang menurut Bivitri bisa muncul. Pertama, besarnya potensi penyalahgunaan kekuasaan. Kedua, terhambatnya regenerasi kepemimpinan. Ketiga terhambatnya inovasi dan kemajuan di Indonesia. (ant)