Kastara.ID, Jakarta – Pernyataan Arteria Dahlan ditengarai bakal membawa akibat tidak baik bagi PDI Perjuangan. Sebagai partai bernaung Arteria, PDIP dipastikan ikut menanggung akibat dari kemarahan masyarakat Jawa Barat, terutama warga Sunda.

Apalagi munculnya tanda pagar atau tagar #SundaTanpaPDIP yang sempat menjadi trending di twitter Indonesia itu sebagai respons atas pernyataan Arteria yang dianggap menyakiti perasaan warga Sunda.

Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga menyatakan, pernyataan Arteria yang memicu polemik di masyarakat bakal berpengaruh terhadap elektabilitas suara PDIP di Bumi Pasundan pada Pemilu 2024. Terlebih Arteria menyinggung bahasa Sunda yang menjadi identitas mayoritas warga Jawa Barat.

Meski Arteria sudah meminta maaf, Jamil justru menilai publik tidak segampang itu menerimanya. Jamil bahkan menilai ucapan Arteria yang menyinggung identitas suku Sunda bisa berbuntut seperti sentiman masyarakat terhadap PDIP. Jamil mengingatkan bahwa kondisi serupa juga terjadi pada warga Minangkabau di Sumatera Barat (Sumbar) yang efeknya bisa dirasakan PDIP hingga kini.

Sementara Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan, PDIP harus segera mengantisipasi gerakan #SundaTanpaPDIP. Jika tidak, gerakan yang dimulai dari media sosial (medsos) itu akan semakin membesar dan merugikan PDIP.

Adi menuturkan (21/1), warga Jawa Barat (Jabar) terlihat sangat marah. Terlebih semula Arteria menyatakan tidak mau minta maaf atas ucapannya. Kalau pun akhirnya minta maaf, hal itu akan dianggap sebagai keterpaksaan belaka dan bukan benar-benar dari lubuk hati.

Adi menandaskan, sikap Arteria bisa menjadi sentimen negatif bagi PDIP. Bukan hanya di Jabar, tapi juga daerah lain. Menurutnya hal itu tidak bisa dianggap sepele lantaran bisa berakibat buruk bagi citra partai banteng moncong putih. Adi mengingatkan, publik saat ini sudah cerdas dan bisa membuat gerakan protes membesar dalam waktu singkat.

Arteria pun diingatkan agar lebih berhati-hati menjaga tutur kata dan perilaku. “Jangan arogan, merasa paling benar, dan seakan yang punya negara. Ingat, anggota dewan itu hanya dipilih puluhan ribu, atau paling manis sekitar 100 atau 200 ribu saat pileg. Jangan berasa mewakili seluruh rakyat Indonesia,” ujarnya.

Hal senada disampaikan pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio. Menurutnya, bila Arteria kemarin tak segera meminta maaf, nasib suara PDIP di Jawa Barat disebutnya bakal nyungsep seperti di Sumatera Barat.

Pengamat politik yang kerap disapa Hensat ini menuturkan, kejadian ini harus menjadi pelajaran. Bukan hanya bagi Arteria dan PDIP, melainkan bagi siapapun yang selama ini kerap berteriak NKRI Harga Mati. Hensat pun meminta pihak-pihak tersebut tidak melupakan unsur Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi satu dengan dengan slogan NKRI Harga Mati. (ant)