Bakamla

Kastara.ID, Jakarta – Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksdya TNI Aan Kurnia mengatakan, tata kelola laut Indonesia belum maksimal dan terlalu banyak kebijakan yang tumpang tindih. Akibatnya, proses hukum di perairan Indonesia kerap terjadi antara satu lembaga dengan lembaga lain.

“Proses tata kelola keamanan laut ini (harusnya) dikelola dalam satu pintu sehingga output dari tata kelola satu pintu ini adalah tata kelola keamanan laut yang baik dan terbangun sistem kewaspadaan maritim serta pemanfaatan sumber daya secara optimal,” kata Aan seperti yang dilansir CNNIndonesia.com, Selasa (23/6).

Aan menyebut kedelapan ancaman ini yakni pelanggaran wilayah, perompakan bersenjata, kecelakaan di laut, trans organized crimeillegal, unreported, unregulated fishing (IUUF), pencemaran di laut, terorisme di laut, dan invasi.

“Dari bentuk ancaman tersebut, invasi merupakan ancaman yang paling kecil terjadi (least likely) meskipun berbahaya terhadap kedaulatan,” kata Aan.

Sementara itu, ancaman yang paling sering terjadi adalah IUUF dan trans organized crime. Keduanya, kata Aan, bahkan menjadi ancaman paling berbahaya karena memiliki dampak yang luas dan jangka panjang.

Ke depannya, strategi maritim ini bertumpu pada presence at sea sebagai strategi keamanan maritim, explore the sea sebagai strategi ekonomi maritim, dan trust build by sea sebagai strategi diplomasi maritim. (ant)