Kastara.Id,Depok – Wali Kota Depok  Mohammad Idris mengatakan, program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Lokal yang dilaksanakan Pemerintah Kota (Pemkot) Depok menekan stunting, sangat bagus. Sebab, setelah pelaksanaan PMT lokal selama sepekan, balita yang menjadi sasaran program tersebut mengalami kenaikan berat badan.

“Itu terbukti dampak dari pemberian makanan, seminggu program berjalan, anak-anak yang kita timbang enggak ada yang stuck (mandek), semuanya naik,” kata  Idris.

Lebih lanjut, Idris menuturkan“Bahkan, ada anak yang kenaikannya itu satu kilo, karena benar menjalankannya. Depok masuk sebagai lima besar kota dalam upaya percepatan penurunan stunting yang dinilai bagus oleh pemerintah, dan di bawah standar nasional. “Sebagai bentuk penghargaan pemerintah pusat, Depok dikasih Dana Insentif Daerah (DID) dari APBN sebagai hadiah pemerintah pusat ke daerah,” ujarnya.

“Tetapi dikirimkannya ke kas daerah sudah milik daerah untuk diimplementasi program pemberian makanan tambahan yang namanya PMT lokal,” ucap  Idris.

Idris menjelaskan, makanan tambahan untuk balita ini dalam bentuk kudapan yang mengandung nilai gizi yang sesuai dengan kebutuhan anak stunting.

“Makan tambahan bukan makanan pokok, bahasa gaulnya camilan, tetapi ini bergizi untuk anak-anak bermasalah stunting, itu harus dipahami,” kata  Idris.

“Jadi kudapan sesuai dari SOP arahan kementerian, bergizi misalnya tetapi lokal, bukan beli di pabrik, supermarket, yang kemasan-kemasan itu,” sambungnya.

Misalnya kudapan atau camilan nugget yang harus dibuat sendiri dengan memberdayakan masyarakat, salah satunya Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Depok. “Pengolahannya kita serahkan ke penyedia PMT tadi, pokoknya ada dana, jangan pula makanan Rp18 ribu tetapi yang ditinggikan itu dana totalnya sekian miliar, itu kan framing namanya,” tuturnya.

“Kita harus liat rinciannya berapa ribu anak yang harus diberi makan masalah stunting, bukan hanya stunting, tetapi anak yang timbangannya enggak naik atau kurang timbangannya, itu masuk masalah stunting, dan anak-anak yang kurus kurang gizi, susah makannya kena program PMT,” beber Idris.

Idris mengungkapkan, ada sebagian ibu yang mengatakan anaknya tidak doyan makan saat diberikan menu PMT lokal, lalu dicek oleh kader untuk mengetahui penyebabnya.

Setelah dicek ternyata karena ibunya dahulu sempat diedukasi, namun tidak melaksanakan arahan-arahan yang diberikan posyandu, puskesmas tentang makanan bergizi.

“Anak-anak biasa dikasih bubur ayam beli di warung sebelah, dikasih makanan yang banyak mecin supaya sedap, kalau susah anak makan indomie, biasa makan begitu dikasih makanan standar bergizi ya susah, kalau anak stunting harus makanan standar tadi,” jelasnya

“Jadi tolong jangan disamakan, misalnya kudapan otak-otak, jangan disamakan otak-otak yang kita beli di rumah makan biasa, itu enggak memenuhi standar bergizi untuk anak stunting,” ujarnya.

Sedangkan, pemilihan tahu sebagai salah satu menu PMT juga dari petunjuk teknis Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.

“Nutrisi hewani ada dua, tuna dan campuran telur itu diaduk dalam adonan bahan dasarnya tahu, jadilah seperti tahu, orang liatnya tahu yang dijual pedagang,” terangnya.

Penjelasan Menu PMT Lokal Rp18 Ribu

Wali Kota Depok, Mohammad Idris angkat bicara mengenai harga menu program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Lokal senilai Rp18 ribu.
Menurut Idris, nominal tersebut merupakan ketentuan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. “Kita serahkan ke penyedia, nominal ini ketentuan dari kementerian, jadi satu kali makan kudapan atau lengkap itu Rp18 ribuan,” ujarnya.

“Ada PPH sekian persen, ongkos untuk antar (Ocan Bananas) setiap antar Rp2 ribu, itu ada wadah plastik standar,” sambungnya.

“Misal kudapan itu lebih murah tanpa mengurangi spek yang arahan kementerian, nah ini disubsidi silang, untuk makanan lengkap yang satu hari ini ada tambahannya, enggak seperti kudapan, sebab harus ada sayur makanan bernutrisi hewani tadi,” jelasnya.

“Jadi pintar-pintar si penyedia, tetapi enggak ngakalin (enggak kurangi spek), ini diawasi puskesmas,” katanya.

Dirinya pun mengakui awal mula viralnya menu pelaksanaan PMT lokal disebabkan oleh kesalahpahaman atau miskomunikasi di satu kecamatan.
“Sosialisasi memang waktunya singkat, karena harus selesai program ini 28 hari, karena masuknya ABT (perubahan anggaran), makanya harus selesai,” ujarnya.

“Ada salah satu kecamatan miskomunikasi tentang menunya bukan program, mereka terbiasa membuat menu untuk anak-anak stunting di posyandu, standarnya itu ternyata enggak dipahami,” jelasnya.

Selanjutnya mengenai harga, menurutnya, ada keluhan-keluhan menu PMT lokal hanya seperti itu, padahal sudah diberitahukan, pada hari pertama itu kudapan, bukan makanan lengkap.

“Kecamatan Tapos membuat makannya lengkap, yang lainnya kudapan, makanya onde-onde tiga biji sudah memenuhi persyaratan, bahkan kita orang dewasa makan itu kenyang,” ungkap  Idris.

“Jadi jangan dianalogikan dengan orang yang suka makan, ini kan (mau dikasih) ke anak susah makan, maka diupayakan dengan edukasi orang tuanya dengan bercerita dan sebagainya,” tegasnya.

“Jadi itu yang salah paham menunya harusnya kudapan di Tapos itu, dia bikin lengkap, dengan dana segitu, itu yang jadi masalah jadi ribut,” bebernya.

Program dalam ABT Sudah Dibahas dengan Banggar DPRD

Wali Kota Depok, Mohammad Idris menjelaskan, program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Lokal yang dilaksanakan Pemerintah Kota (Pemkot) Depok, masuk ke dalam Anggaran Belanja Tambahan (ABT) Kota Depok.

Dalam pembahasan ABT, lanjutnya, tentunya melibatkan Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan seluruh Perangkat Daerah di lingkup Pemerintah Kota (Pemkot) Depok.

“Maksud saya begini, kalau kita mau awasi, kan program ini sudah masuk di ABT, ABT dibicarakan dengan Banggar, dengan TAPD, dengan seluruh Perangkat Daerah, kan mendengar, harusnya semua paham ini sudah ada program begini,” jelas Kiai Idris.

“Yang komisi (DPRD) terkait itu diawasi kitanya (Pemkot), jangan sudah terjadi malah diviralkan, belum diklarifikasi, itu namanya bukan pengawasan, itu namanya ya silakan istilahkan sendiri,” tegasnya.

“Kalau enggak salah di Komisi D juga ada di Banggar, kalau banggar kan dia yg menetapkan ini oke (program masuk ABT),” ujarnya.

“Ya pokoknya jangan sampai ini, kasus kayak gini mohon maaf ya kita harus menjaga diri kita, jati diri kita,” ujar  Idris.

“Kita sebagai pejabat-pejabat bisa jadi sekarang orang bisa menghormati kita, hati-hati nanti jika sudah tidak jadi pejabat, orang akan tidak menghormati kita, kita akan dilecehkan,” tuturnya.

“Maka kita jangan melecehkan orang, itu pesan saya kepada siap saja, termasuk saya dan kita semua,” tutup Idris.