Minyak Goreng

Kastara.ID, Jakarta – Sesditjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan, Susi Herawaty, mengajak masyarakat ikut mengawasi minyak goreng curah yang dilarang beredar mulai 1 Januari 2022.

“Permendag nomor 36 tahun 2020 tentang Minyak Goreng Wajib Kemasan diberlakukan mulai awal Januari tahun depan dengan harapan aturan itu bisa berlaku optimal. Kemendag akan mengawasi secara ketat untuk mencegah beredarnya kembali minyak goreng curah,” ujarnya dalam webinar bertajuk Kupas Tuntas Regulasi Minyak Jelantah dari Aspek Tata Niaga dan Kesehatan (23/6).

Optimisme Sesditjen Susi dikarenakan regulasi untuk mengatur perdagangan minyak goreng sudah lengkap. Pasalnya, parameter mengenai label keamanan pangan hingga Standar Nasional Indonesia sudah diatur secara detail.

“Larangan minyak goreng curah itu sekaligus bisa menekan atau bahkan meniadakan peredaran minyak jelantah yang didaur ulang menjadi minyak goreng. Sebab, komoditas minyak goreng sudah memiliki dasar hukum yang kuat yakni harus diperdagangkan dalam kemasan dengan label terdaftar,” ungkapnya.

Di tempat terpisah Dirjen PKTN Veri Anggrijono mengungkapkan, Permendag 36/2020 terkait melindungi konsumen dari dampak negatif daur ulang minyak goreng pakai berkali-kali atau jelantah.

Menyusul minyak goreng wajib kemasan dengan proses sesuai standar kesehatan. “Kami juga mendorong konsumen cerdas berdaya dalam hak dan kewajiban, sekaligus membentuk pelaku usaha yang bertanggung jawab, sesuai aturan yang berlaku,” ujar Dirjen Veri Anggrijono.

Ditjen PKTN Kemendag mencatat 931 pengaduan sepanjang tahun 2020 atau menurun dibanding tahun sebelumnya yang 1.110 pengaduan, dan 2018 sebanyak 1.771 pengaduan. Dari total 931 pengaduan konsumen, Kemendag berhasil menyelesaikan 93,12% pengaduan atau 863 kasus dengan 4 kasus ditolak karena bukan permasalahan konsumen akhir sedangkan 64 kasus masih dalam proses.

Hal senada diungkap Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni) Sahat Sinaga, minyak goreng curah rawan disalahgunakan karena bahannya bisa saja berasal dari minyak jelantah.

Sahat mengatakan, jelantah hanya cocok untuk dibuat biodisel. “Jadi, perlu dibuat regulasi yang jelas dengan hukuman tegas bagi penjual minyak jelantah untuk keperluan konsumsi,” jelas Sahat dalam webinar (23/6).

“Minyak jelantah banyak diminati mancanegara untuk biodisel, atau diolah dalam negeri menjadi biodisel untuk konsumsi domestik,” paparnya. (*)