Gempa Palu-Donggala-Sigi

Kastara.id, Jakarta – Kementerian Sosial RI menggandeng organisasi Perserikatan Bangsa Bangsa yang bergerak di bidang perlindungan dan kesejahteraan anak UNICEF untuk mempercepat proses rehabilitasi anak-anak korban bencana gempa, likuifaksi, serta tsunami di Sulawesi Tengah.

Anak-anak adalah generasi penerus bangsa, masa depan mereka masih panjang. Maka memulihkan kondisi psikologi mereka setelah terjadinya bencana alam tentu menjadi prioritas pemerintah agar kelak tidak menjadi trauma dan mereka kembali ceria. “Kami ingin memastikan bahwa anak yang terkena dampak bencana tidak menjadi lebih rentan terhadap kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi, dan penelantaran,” tegas Menteri Sosial RI Agus Gumiwang Kartasasmita (AGK) saat menerima hibah UNICEF untuk anak-anak korban pascabencana gempa, tsunami, dan likuifaksi Sulteng, di Ruang Rapat Utama Kementerian Sosial RI (23/10).

Ia mengatakan, dalam proses rehabilitasi sosial korban bencana di Sulteng maupun NTB, Pemerintah tidak bekerja sendiri. Dukungan dan kerja sama dengan berbagai mitra kerja terus digalang pemerintah untuk mempercepat dan memaksimalkan upaya rehabilitasi sosial anak. Salah satunya yang telah terjalin dengan UNICEF.

Bersama UNICEF, lanjutnya, Kemensos melakukan pendataan anak terpisah, melakukan penelusuran dan mengupayakan reunifikasi anak yang terpisah dari keluarganya, memberikan layanan dukungan psikososial, trauma healing, serta mengeluarkan Surat Edaran Mensos Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pencegahan dan Penanganan Anak Terpisah Dampak Bencana Alam Sulteng.

Hasilnya, Kemensos dalam melakukan registrasi, penelusuran dan reunifikasi tercatat 101 anak telah teregistrasi sebagai anak hilang, anak yang terpisah, dan anak yang sebatang kara. Dari jumlah tersebut sebanyak 71 laporan masuk melalui registrasi langsung di Sekretariat Bersama dan 29 laporan yang didata melalui media sosial.

“Alhamdulillah melalui upaya penelusuran tim Sekretariat Bersama, telah berhasil dilakukan reunifikasi pada 7 anak yang terpisah akibat bencana Sulteng,” tutur Menteri yang akrab disapa AGK ini.

Sementara itu untuk mendukung proses rehabilitasi sosial anak korban bencana Sulteng, UNICEF menyerahkan hibah bantuan perlengkapan anak kepada Kementerian Sosial untuk memastikan adanya dukungan psikososial untuk 20.000 anak serta pencegahan dan penanganan anak yang terpisah.

Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Edi Suharto menjelaskan, UNICEF memberikan dukungan dalam bentuk barang untuk anak sebanyak 10.500 paket untuk kelompok usia 0-2 tahun, 3-4 tahun, 5—6 tahun, 6—13 tahun, 14-15 tahun, dan 16—17 tahun. UNICEF juga akan menyerahkan bantuan dukungan laptop dan telepon gengam untuk upaya registasi, penelusuran, serta reunifikasi anak, serta memberikan peralatan dukungan psikososial untuk kegiatan di Ruang Ramah Anak atau Pondok Anak Ceria.

“Dengan dukungan ini Kementerian Sosial akan mendistribusikan bantuan individual terhadap anak yang rentan dari berbagai kelompok usia, sebagian besar di antaranya adalah anak-anak yang diasuh di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak yang tersebar di Palu, Sigi, Donggala, dan Parigi Mutong,” katanya.

Fokus intervensi, lanjutnya, bukan hanya di kamp pengungsian, tetapi juga anak yang dalam pengasuhan alternatif di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) sejak sebelum pengungsian.

Dikatakan Dirjen, sejak gempa terjadi di Sulteng, banyak lembaga dan individu yang ingin membawa anak-anak korban bencana ke berbagai panti di provinsi lain atau untuk mengadopsinya. Padahal upaya utama Kemensos adalah memastikan anak untuk kembali ke orang tua dan keluarganya.

“Maka sebagai upaya pencegahan, kami terus melakukan sosialisasi Surat Edaran Menteri Sosial Nomor 1 Tahun 2018,” katanya.

Surat edaran ini bertujuan untuk melindungi anak korban bencana agar anak dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

“Dalam surat edaran Menteri Sosial tersebut ditujukan kepada gubernur dan bupati/wali kota dan Ketua Forum Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) di wilayah terdampak melakukan berbagai upaya untuk memastikan tidak ada anak yang tepisah dari orang tua atau keluarganya,” terang Edi.

Surat edaran tersebut secara tegas meminta agar Pemda bersama LKSA menjalankan pengawasan terhadap kehadiran dan kegiatan individu, organisasi, lembaga yang melakukan bantuan kemanusiaan dan memastikan tidak ada tawaran terhadap anak untuk dibawa dan atau dipindahkan ke wilayah lain dan dipisahkan dari keluarganya.

Berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, pihak berwenang dari bandar udara pelabuhan, terminal dan perbatasan untuk menjalankan pengawasan di titik-titik keberangkatan atau perpindahan untuk memastikan bahwa tidak ada anak yang keluar dari wilayah Kota Palu, Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, dan daerah sekitarnya di Provinsi Sulawesi Tengah jika tidak dengan identitas yang jelas mengenai hubungan antara anak dan orang dewasa yang membawanya.

Selanjutnya meminta kepada gubernur, bupati, wali kota, serta forum Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA), pesantren dan sejenisnya di berbagai wilayah di Indonesia untuk dapat menjalankan pengawasan terhadap kegiatan individu organisasi, lembaga di wilayah masing-masing.

“Pengawasan perlu dilakukan untuk memastikan tidak ada anak dari Kota Palu, Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, dan wilayah lain yang terdampak di Sulteng yang dibawa ke daerah wilayah administrasi gubernur, atau bupati/wali kota jika tidak dengan informasi yang jelas terkait hubungan antara anak dan orang dewasa atau lembaga yang membawa atau mengasuhnya di lokasi baru,” jelas Dirjen. (put)