Rupiah

Kastara.id, Jakarta – Bank Indonesia (BI) mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,50%. 

Keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, 22-23 Oktober 2018 tersebut merupakan bagian dari langkah menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas aman. Langkah tersebut sekalgus mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik sehingga semakin memperkuat ketahanan eksternal Indonesia di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi.

Bank Indonesia juga terus menempuh strategi operasi moneter yang diarahkan untuk menjaga kecukupan likuiditas baik di pasar Rupiah maupun pasar valas serta secara efektif memberlakukan transaksi Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) mulai 1 November 2018. Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memperkuat ketahanan eksternal, termasuk untuk mendorong ekspor dan menurunkan impor sehingga defisit transaksi berjalan dapat menurun dengan prakiraan kisaran 2,5% PDB pada 2019. Demikian keterangan Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Agusman dalam rilis (23/10).

“Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan perekonomian seperti defisit transaksi berjalan, nilai tukar, stabilitas sistem keuangan, dan inflasi untuk menempuh langkah lanjutan guna memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” lanjut Agusman.

Pertumbuhan ekonomi global lebih rendah dari proyeksi semula disertai ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi. Di satu sisi, ekonomi AS diprakirakan makin kuat didukung permintaan domestik yang kemudian menyebabkan ekspektasi inflasi AS tetap tinggi dan akan direspons the Fed dengan tetap menaikkan suku bunga kebijakannya. Namun di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Eropa dan negara-negara emerging markets, termasuk Tiongkok, diprakirakan lebih rendah dari proyeksi semula, yang pada gilirannya menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi secara global.

Terjadinya penurunan proyeksi ekonomi dunia tersebut juga dipengaruhi ketegangan hubungan dagang antara AS dan negara lain yang kemudian menurunkan volume perdagangan dunia. Harga komoditas ekspor Indonesia tumbuh lebih lambat, di tengah harga minyak dunia yang terus meningkat. Sementara itu, ketidakpastian di pasar keuangan global yang masih tinggi juga mendorong investor global menempatkan dananya di aset-aset yang dianggap aman, khususnya di AS.

Berbagai perkembangan tersebut pada gilirannya mengakibatkan dolar AS terus menguat dan akhirnya membuat tren pelemahan banyak mata uang negara berkembang berlanjut sampai dengan pertengahan Oktober 2018.

Rilis tersebut juga menyatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan III 2018 tidak sekuat perkiraan terutama dipengaruhi penurunan ekspor neto. Namun tingkat konsumsi tetap baik lantaran daya beli masih terjaga dan adanya belanja terkait pemilu. Ditambah lagi, keyakinan konsumen yang tetap tinggi. Investasi masih tumbuh cukup tinggi ditopang baik investasi bangunan, terkait proyek infrastruktur dan properti, maupun investasi nonbangunan. (Mar)