Hari Nusantara (Harnus)

Kastara.ID, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan Pemerintah melalui arahan Presiden mempertimbangkan kemungkinan membuat resultan terbaru terkait UU ITE.

Menurutnya, resultan terbaru nantinya mencakup dua hal. Pertama supaya dibuat kriteria implementatif. “Kriterianya adalah sebuat aturan, pasal itu agar bisa diterapkan secara adil,” kata Mahfud MD, saat keynote speaker Menyikapi Perubahan UU ITE yang diselenggarakan PWI Pusat melalui webinar, Kamis (23/2).

Kedua, menelaah dilakukannya revisi, perubahan jika memang di dalam UU itu ada substansi-substansi yang berwatak pasal karet, maka bisa direvisi.

“Apakah itu bisa mencabut atau menambah kalimat atau penjelasan atau UU itu, bahkan kalau perlu menambah norma baru dan sebabagainya itu bisa saja dilakukan di dalam kerangka itu,” katanya.

Menteri Mahfud mengatakan, hukum adalah resultante yang artinya kesepakatan yang dibuat oleh rakyat itu sendiri di dalam negara demokrasi.

Ia menuturkan, hukum adalah kesepakatan maka hukum bisa diubah dengan resultante baru. “Kita sekarang sedang memikirkan mendiskusikan apa yang disebut resultante atau kesepakatan baru. Jika kesepakatan itu dulu dianggap kurang tepat, atau melenceng mari kita buat kesepakatan baru,” katanya.

Menurutnya, jangan alergi terhadap perubahan itu, karena di dalam ilmu hukum yang paling dasar itu, hukum itu selalu berubah sesuai dengan perubahan masyarakat. “Tidak ada hukum yang berlaku abadi, selalu berubah, kalau perlu dicabut atau diganti, yang penting masyarakat berubah memandang itu sudah beda maka hukum bisa berubah,” ujarnya.

Lebih lanjut Mahfud mengatakan, di mana ada masyarakat maka ada hukum, artinya masyarakat menentukan isi hukum dan karakter hukum yang dibuat oleh masyarakat itu sendiri.

Ia menambahkan, di dalam hukum Islam ada sejumlah dalil-dalil bahwa hukum itu bisa berubah jika alasannya berubah. “Hukum berubah sesuai illahnya, Jadi jangan takut mengubah hukum. Tidak bisa diingkari sejak dulu hingga sekarang sampai besok,” tambahnya.

Mahfud mengungkapkan hukum itu bisa diubah sesuai dengan perubahan zaman, sesuai dengan waktu tempat dan budaya. Situasi itu sudah ada dalil sehingga tidak perlu takut diskusi berubahan hukum.

“Kami selaku pemerintah menyambut baik kegiatan diskusi yang dilakukan PWI ini saya berterima kasih karena pemerintah sudah membentuk dan membuat kajian tentang kreteria, implementatif, telaah, kemungkinan revisi,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, kreteria implementasi sekarang sudah dimulai oleh Kapolri dengan Surat Edaran, misalnya untuk delik-delik aduan maka yang boleh melaporkan itu harus menjadi korban langsung tetapi tentu tidak bisa jika delik umum.

Menurutnya, delik umum korbannya masyarakat dan negara dimana harus tampil yang mewakili masyarakat dan negara adalah kejaksaan dan aparat penegak hukum. Oleh karena itu, Mahfud berharap apa yang didiskusikan oleh PWI bersama akademisi, pengiat demokrasi, pegiat media dapat menentukan resultan terbaru terkait UU ITE.

Begitu juga dari pihak pemerintah juga akan mengundang akadamesi, penggiat media, korban, dan pengatur untuk berbicara sehingga nantinya dapat menentukan yang terkait dengan UU ITE ini. “Apakah resultan baru harus menambah mengurangi, membuat tafsir atau cukup itu mengatakan sebenarnya penerapan saja, semua tidak tertutup. kalau bicara penerapan hukum,” katanya.

Selain itu, tidak menutup kemungkinan melakukan perubahan yang sifatnya subtansi manakala diskusi-diskusi yang berlanjutkan ini nanti menghasilkan kesimpulan seperti itu, percayalah bahwa hukum bukan ayat suci yang tidak bisa berubah tapi hukum adalah resultante dari perkembangan situasi politik ekonomi sosial dan sehingga hukum selalu berubah. (ant)