Mahasiswa

Kastara.ID, Jakarta – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim memutuskan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Program Organisasi Penggerak (POP). Hal ini setelah Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dan Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama (NU) menyatakan mundur dari program tersebut.

Nadiem mengatakan, pihaknya sudah mendengar berbagai macam masukan dari berbagai kalangan terkait program tersebut. Saat mengikuti Taklimat Media tentang Program Organisasi Penggerak yang disampaikan secara virtual di Jakarta (24/7), Nadiem memastikan Kemendikbud berkomitmen menyempurnakan program-program yang sudah diluncurkan.

Selama proses evaluasi, Nadiem akan melibatkan berbagai unsur, seperti pakar pendidikan, organisasi masyarakat (ormas), dan lembaga negara. Pendiri Gojek ini menambahkan, pihaknya berupaya agar POP menjadi gerakan yang mampu memajukan dunia pendidikan. Untuk itu sebelum program ini dilaksanakan, harus ada evaluasi dengan integritas dan transparansi.

Menurut Nadiem, semua pihak sepakat POP adalah gerakan bersama untuk dunia pendidikan Indonesia. Nadiem menegaskan proses evaluasi akan dilakukan secara intensif hingga beberapa pekan ke depan.

Sebelumnya dua lembaga pendidikan milik Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) menyatakan mundur dari POP. Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah Kasiyarno menilai kriteria pemilihan ormas peserta POP tidak jelas.

Alasan serupa disampaikan Ketua Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama (NU) Arifin Junaidi yang menilai program tersebut sejak awal sudah janggal. Arifin menyatakan, seharusnya ada perbedaan antara lembaga yang seharusnya membantu dengan dana corporate sosial responsibility (CSR) dengan ormas yang menerima bantuan.

Belakangan, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) juga turut menyatakan mundur dari keikutsertaan dalam program tersebut. Alasan yang dikemukakan hampir sama dengan NU dan Muhammadiyah. Selain itu PGRI menilai dana POP yang mencapai Rp 595 miliar lebih baik digunakan untuk kepentingan lain.

PGRI mencontohkan program pembelajaran jarak jauh (PJJ) di tahun ajaran baru yang dilaksanakan selama masa pandemi Covid-19. Menurut PGRI hingga saat ini banyak daerah di tanah air, terutama daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) masih kesulitan infrastruktur penunjang PJJ. (ant)