Kastara.id, Jakarta – Untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi di sektor strategis, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkenalkan aplikasi JAGA di Jakarta (25/7). Dalam kesempatan tersebut, juga dilakukan penandatanganan nota kesepahaman bersama antara KPK dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Ristek Dikti, dan BPJS Kesehatan, serta dihadiri Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris, Irjen Kemdagri Tarmizi A Karim, Sekjen Kemenristek Dikti Ainun Naim, dan Staf Ahli Menteri Kemendikbud Chatarina M Girsang.

Menurut Ketua KPK Agus Rahardjo, aplikasi JAGA menjadi representasi kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah terhadap sekolah, rumah sakit, puskesmas, dan PTSP untuk menyediakan layanan dan fasilitas yang bersih dan transparan.

“Aplikasi ini milik bersama, milik rakyat Indonesia yang harus dirawat dan dijaga keberadaannya, bukan hanya sekedar program pencegahan korupsi yang diiniasi oleh KPK,” kata Agus dalam sambutannya.

Saat ini, aplikasi JAGA bisa diunduh melalui play store pada telepon selular berbasis android. Pada aplikasi ini memuat empat pemantauan layanan publik, yakni sekolah, rumah sakit, puskesmas, dan layanan perizinan.

Misalnya pada layanan Cek Sekolah, di sini masyarakat bisa mencek profil dan fasilitas sekolah yang ada, termasuk anggaran yang dikelola. Di samping itu, masyarakat juga bisa menyampaikan keluhan atau berdiskusi di forum yang tersedia yang terkoneksi dengan media sosial.

Hal yang serupa juga bisa dilakukan pada Cek Rumah Sakit dan Cek Puskesmas, dimana masyarakat bisa mencek profil, tenaga dokter, jumlah kamar yang tersedia dan menyampaikan keluhan serta berdiskusi di forum yang tersedia.

Sementara pada layanan Cek Perizinan, selain mencek jenis dan persyaratan perizinan, atau mencek status izin, masyarakat juga bisa mengajukan perizinan secara online. Sama seperti layanan lainnya, pada layanan cek perizinan ini, masyarakat juga bisa melakukan pengaduan terkait layanan perizinan.

Agus juga menyadari bahwa aplikasi ini masih memerlukan upaya perbaikan agar lebih sempurna. Karenanya, momentum soft launching ini juga digunakan untuk mendapatkan masukan dari berbagai pihak agar aplikasi ini bermanfaat optimal.

“Perbaikan sistem dalam upaya pencegahan korupsi akan jauh lebih efektif. Karenanya aplikasi ini diharapkan mampu melakukan hal tersebut sekaligus meningkatkan partisipasi publik,” katanya.

Sementara itu, Menkes Nila F Moeleok mengapresiasi upaya pencegahan korupsi di sektor strategis, salah satunya sektor kesehatan yang menjadi wilayah tanggung jawabnya. Dengan merangkul banyak pihak, ia berharap bisa optimal melakukan agenda pemberantasan korupsi.

“Memiliki anggaran yang besar tentu berkonsekuensi. Ada tuntutan good and clean governance dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dan ini adalah salah satu upaya kami,” katanya.

Tidak hanya menumbuhkan kesadaran pentingnya transparansi pada setiap layanan publik, aplikasi ini juga mengajak keterlibatan masyarakat dalam pemantauan dan pelaksanaan kegiatan layanan publik di sektor pendidikan, kesehatan, dan perizinan.

Seperti diketahui, ketiga sektor strategis tersebut mengelola anggaran yang besar. Seperti anggaran pendidikan yang mengelola minimal 20 persen dari APBN dan 5 persen untuk kesehatan. Pada 2016, pemerintah menganggarkan sekitar Rp 428 triliun untuk pendidikan dan Rp 106 triliun untuk kesehatan.

Di sisi lain, tingkat korupsi di sektor pendidikan dan kesehatan misalnya, juga masih cukup tinggi. Kasus Korupsi dunia pendidikan pada 2006-2015, terdapat 425 kasus korupsi dengan kerugian negara mencapai Rp 1,3 triliun, dan kasus korupsi bidang kesehatan pada 2001-2013 terdapat 122 kasus korupsi dan keruguan negara mencapai Rp 594 miliar.

Untuk upaya pemberantasan korupsi melalui pengawasan sistem pemerintahan, perlu melibatkan masyarakat yang lebih luas lagi. Inovasi di bidang teknologi ini, merupakan salah satu upaya KPK dalam memainkan peran sebagai mekanisme pemicu agar para pemangku kepentingan bisa menjalankan pemerintahan secara optimal. (raf)