Kastara.ID, Jakarta — Anggota DPD RI Fahira Idris menyambut baik kebijakan Pemerintah yang menegaskan bahwa 28 September 2023 bukanlah batas akhir pengosongan tanah untuk warga di Pulau Rempang, untuk proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City. Kebijakan ini penting diambil, karena saat ini yang paling utama dipastikan adalah apa kehendak atau keinginan warga, bukan keinginan pihak-pihak lain.

“Saya mengapresiasi karena batas waktu pengosongan Pulau Rempang tidak lagi menjadi bagian dari komunikasi publik Pemerintah. Memang, saat ini yang paling utama didengar oleh Pemerintah adalah apa kehendak atau keinginan warga Pulau Rempang karena merekalah yang paling terdampak terhadap PSN ini. Bentrok yang terjadi sebelumnya, harus jadi yang terakhir. Tiada pilihan lain selain mengedepankan pendekatan humanis. Harus dipastikan tidak ada paksaan dan intervensi kepada warga,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (25/9).

Fahira Idris mengungkapkan, pemerintah, investor, dan para pemangku kepentingan terkait PSN Rempang Eco City harus memahami psikologis warga Pulau Rempang. Bagi mereka, tanah atau lahan yang mereka miliki dan tempati berpuluh bahkan beratus tahun sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan mereka.

Tanah, rumah, tempat tinggal, lingkungan, mata pencaharian, persaudaran, adat istiadat dan kearifan lokal lain yang sudah terbentuk di Pulau Rempang adalah satu kesatuan yang sudah solid dan menjadi bagian integral dari keseharian warga. Oleh karena itu, tidak bisa dicerabut begitu saja, walaupun dengan alasan ingin menyejahterakan warga atau memajukan daerah.

“Jadi poin pentingnya adalah semua proses yang dilakukan Pemerintah harus humanis, mengedepankan dialog persuasif, saling menghormati dan tanpa ada paksaan. Warga yang tidak bersedia direlokasi, hak-haknya harus dijamin dan dihormati. Jika terjadi perbedaan keinginan, dialog harus jadi yang pertama dan utama ditempuh untuk mencari solusi terbaik,” pungkas Fahira Idris. (dwi)