Edhy Prabowo

Kastara.ID, Jakarta – Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Edhy diketahui membelanjakan sejumlah barang mewah saat dirinya melakukan kunjungan kerja di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat (AS).

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menuturkan, terdapat beberapa barang mewah yang dibelanjakan oleh Edhy bersama dengan istrinya saat pergi melakukan kunjungan tersebut. Pembeliaan itu dilakukannya sejak 21 hingga 23 November 2020.

“Digunakan untuk belanja barang mewah oleh EP dan IRW di Honolulu AS di tanggal 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp 750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy,” ungkap Nawawi dalam pernyataannya di gedung Penunjang Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (26/11).

Uang hasil pembelanjaan itu diketahui dari kasus ekspor benih lobster atau benur. Kejadian itu bermula dari Edhy Prabowo yang menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster, dengan menunjuk Andreau Pribadi Misata dan Safri selaku stafsus Edhy Prabowo.

Salah satu tugas dari tim itu adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur.

“Selanjutnya pada awal bulan Oktober 2020, SJT selaku Direktur PT DPP datang ke kantor KKP di lantai 16 dan bertemu dengan SAF. Dalam pertemuan tersebut, diketahui bahwa untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo (ACK) dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor,” ujar Nawawi.

KPK melanjutkan, berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT ACK terdiri dari Amri dan Ahmad Bahtiar yang diduga merupakan nominee dari pihak EP serta Yudi Surya Atmaja. Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut. Selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening Amri dan Ahmad Bahtiar masing-masing dengan total Rp 9,8 miliar.

“Lalu pada tanggal 5 November 2020, diduga terdapat transfer dari rekening ABT ke rekening salah satu bank atas nama AF sebesar Rp 3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan EP, IRW, SAF dan APM. Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh EP dan IRW di Honolulu AS ditanggal 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp 750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy,” tuturnya menambahkan.

“Selanjutnya, pada sekitar bulan Mei 2020, EP juga diduga menerima sejumlah uang sebesar 100 ribu dolar AS dari SJT melalui SAM dan AM,” sambungnya.

Terkait kasus itu, tujuh orang telah ditetapkan tersangka antara lain EP selaku Menteri Kelautan dan Perikanan, SAF selaku Stafsus Menteri KKP, DP selaku Pengendali PT PLI, DD selaku Pengendali PT ACK.

Kemudian NT selaku Istri dari SWD, CM selaku staf Menteri KKP, AF selaku staf Istri Menteri KKP, SA selaku Staf Menteri KKP, MY selaku Staf PT Gardatama Security.

Ketujuh tersangka itu dijerat dengan:
1. Sebagai Penerima:
Disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

2. Sebagai Pemberi:
Disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (ant)