Fiducia

Kastara.ID, Jakarta – Kementerian Perdagangan mengajak semua pemangku kepentingan memastikan konsumen mendapat jaminan perlindungan dalam aktivitas pembiayaan leasing. Di sisi lain, Kemendag juga mengajak konsumen untuk lebih memahami hak dan kewajiban mereka dalam hal pembiayaan leasing.

Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kemendag Veri Anggrijono saat temu wicara daring bertajuk “Perlindungan Konsumen Pembiayaan Leasing” (26/10). Acara ini merupakan rangkaian Hari Konsumen Nasional 2020 yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal PKTN Kementerian Perdagangan.

“Kami berharap kegiatan (temu wicara) ini dapat memberi pencerahan bagi kita semua, serta mempererat kerja sama dan koordinasi dalam menegakkan undang-undang tentang perlindungan konsumen untuk mewujudkan perlindungan konsumen menuju Indonesia maju,” ujar Veri.

Veri menjelaskan, tema kali ini dipilih karena permasalahan pembiayaan leasing merupakan sengketa konsumen yang paling dominan terjadi. Data Direktorat Pemberdayaan Konsumen menunjukkan, sebanyak 1.354 kasus pembiayaan leasing terjadi dalam kurun tiga tahun terakhir (2017-2019), dengan rincian tahun 2017 sebanyak 366 kasus, tahun 2018 sebanyak 571 kasus, dan tahun 2019 sebanyak 417 kasus. “Untuk itu, permasalahan pembiayaan leasing perlu diangkat agar konsumen semakin sadar dan memahami hak dan kewajibannya,” jelas Veri.

Selain itu, lanjut Veri, pandemi Covid-19 yang berdampak pada ekonomi masyarakat tentunya berimbas pula terhadap kemampuan bayar konsumen (debitur) pembiayaan leasing. Meskipun pemerintah telah mengeluarkan kebijakan relaksasi melalui penerbitan “Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 Tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019”, namun konsumen pembiayaan leasing ternyata belum sepenuhnya mendapatkan perlindungan akibat hilangnya kemampuan bayar mereka.

Sementara, menurut Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, konsumen memiliki sejumlah hak untuk mendapatkan jaminan dan perlindungan hukum. Hak-hak tersebut meliputi hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; serta hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

Sejumlah penyebab terjadinya permasalahan pembiayaan leasing menurut Veri, antara lain karena konsumen tidak memahami isi perjanjian yang ditandatangani, konsumen tidak diberikan salinan perjanjian/dokumen terkait produk yang dibeli/dimanfaatkan, penandatanganan akta perjanjian jual beli tidak dilakukan di depan notaris, tidak adanya kesempatan konsumen untuk membaca terlebih dahulu isi klausul perjanjian, serta tidak adanya ruang komunikasi persuasif perjanjian dari konsumen yang telah dibuat sepihak oleh kreditur.

Masalah lainnya juga seperti penarikan paksa kendaraan akibat keterlambatan pembayaran dan konsumen dipaksa menandatangani berita acara penyerahan objek jaminan, bahkan tidak menunjukkan sertifikat jaminan fidusia yang telah didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia. Selain itu, konsumen harus membayar biaya denda dan biaya lainnya yang tidak diinformasikan di awal oleh pelaku usaha; serta penarikan paksa dan perlakuan tidak mengenakkan dari juru tagih yang bertindak selayaknya juru sita pengadilan atau penegak hukum.

Apabila di kemudian hari terjadi sengketa konsumen yang diakibatkan konsumen wanprestasi, kreditur berhak melakukan eksekusi. Namun, eksekusi yang dilakukan wajib berpedoman pada UU 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF). Esensi dari eksekusi berdasarkan UUJF ini telah memperhatikan hak konsumen karena konsumen bisa mengetahui informasi dari proses eksekusi sampai dengan proses pelelangan maupun penjualan di bawah tangan.

“Konsumen berhak mendapatkan selisih dari nilai penjualan objek jaminan setelah dikurangi nilai tunggakannya. Hal ini yang harus diinformasikan kepada konsumen dan menjadi perhatian bersama agar tercipta keadilan dan kepastian hukum bagi kedua belah pihak,” imbuh Veri.

Untuk itu Veri mengimbau apabila terjadi sengketa, konsumen dapat menggunakan jalur-jalur penyelesaian sesuai ketentuan yang berlaku dengan mengedepankan asas keadilan. “Kami juga mendorong peran dari lembaga perlindungan konsumen, baik Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) maupun Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) di daerah,” imbuhnya.

Sementara Kepala Departemen Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan Agus Fajri Zam yang menjadi salah satu narasumber mengatakan, untuk menekan tingkat kredit macet agar sektor jasa keuangan dapat terjaga dengan baik, dapat dilakukan restrukturisasi pembiayaan. Cara ini antara lain dengan memperpanjang jangka waktu dan menunda sebagian pembayaran dan dilakukan sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penilaian kualitas aset bagi masing-masing lembaga jasa keuangan nonbank (LJKNB).

Sedangkan Kepala Subdirekorat Industri Keuangan Non Bank pada Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus-Badan Reserse Kriminal, Kombes. Pol. Ma’mun, menegaskan bahwa penarikan objek fidusia telah diatur antara lain dalam UU Nomor 49 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia; Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2011 tentang pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia; Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan; serta Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 30 /pojk.05/2014 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik bagi Perusahaan Pembiayaan. Penarikan objek fidusia yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dapat dikenakan tindak pindana. Dasar hukum tindak pidana tersebut yaitu Pasal 365 KHUP tentang Perampokan, Pasal 368 KHUP tentang Pemerasan, Pasal 351 KHUP tentang Penganiayaan, dan Pasal 335 KHUP tentang Pemaksaan.

Temu wicara daring ini menghadirkan para pembicara lain, yaitu Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Dr. Rizal E. Halim, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, dan Wakil Ketua Komite Hukum dan Perlindungan Konsumen Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia Daniel Constantyn Adam. Harkonas 2020 diharapkan menjadi momentum meningkatkan kecerdasan konsumen akan hak dan kewajiban mereka serta menumbuhkan pelaku usaha yang berorientasi pada perlindungan konsumen. Kondisi ini akan mendukung terciptanya iklim usaha yang sehat. (mar)