TVRI

Kastara.ID, Jakarta – Anggota  mengatakan, pihaknya menemukan kejanggalan pencopotan Helmy Yahya sebagai Direktur Utama (Dirut) Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Televisi Republik Indonesia (TVRI). Beberapa kejanggalan itu tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan TVRI yang dibuat BPK.

Saat menyerahkan hasil pemeriksaan BPK ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Gedung Parlemen, Jakarta (26/2), Achsanul menyebut salah satu kejanggalan yang terlihat adalah Helmy dicopot sebagai Dirut TVRI padahal memenuhi indikator kerja yang ditentukan oleh Dewan Pengawas (Dewas). Hal ini menunjukkan tidak ada kejelasan tolok ukur keberhasilan.

Unsur subyektivitas dalam hal ini menurut Achsanul sangat terlihat. Pasalnya pencapaian 100 persen justru diberi nilai 1. Padahal nilai tertinggi dalam penilaian tersebut adalah 4. Keanehan ini diperparah dengan semua prestasi mendapat nilai 1-2. Padahal pencapaiannya rata-rata 100 persen.

BPK menilai Dewas TVRI membuat aturan yang bertentangan dengan aturan perundang-undangan. Pembuatan aturan tersebut justru menimbulkan konflik antara Dewas dengan direksi.

Achsanul menambahkan, pihaknya juga menemukan penggunaan fasilitas negara yang berlebihan oleh Dewas. BPK menilai Dewas TVRI menerima lebih dari hak yang diatur dalam undang-undang. Fasilitas yang diterima Dewas TVRI seharusnya setara dengan anggota DPR. Namun yang terjadi, fasilitas yang diperoleh Dewas TVRI menurut pemilik klub sepak bola Madura United ini terlalu tinggi.

Dalam laporannya, BPK meminta Dewas TVRI membuat indikator keberhasilan yang jelas. Hal ini demi menghilangkan subyektivitas dalam penilaian kerja direksi. Selain itu BPK menyarankan perbaikan peraturan di TVRI.

Seperti diketahui, Dewas TVRI memutuskan mencopot Helmy Yahya dari posisi Dirut TVRI. Pemecatan itu ternyata mengundang polemik. Bahkan beberapa pegawai TVRI pada Jumat (17/1) sempat menyegel ruangan Dewas lantaran tidak puas dengan keputusan pencopotan Helmy. (ant)