Mural

Kastara.ID, Jakarta – Sebuah mural atau gambar dinding berisi kritikan terhadap pemerintah kembali muncul. Mural tersebut terpampang di kawasan Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat. Namun mural yang dibuat pada Kamis (26/8) itu langsung dihapus oleh pihak security.

Dalam mural tersebut, tergambar seseorang berbadan tambun mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK. Tangan kanannya terlihat melakukan salam dua jari. Sedangkan tangan kirinya dimasukkan di kantong celana. Di depannya terdapat dua orang yang sedang sibuk memotret menggunakan kamera dan ponsel.

Pada mural itu terdapat tulisan “Jokowi gagal!! Cuma di era ini koruptor happy selfi”.

Mural tersebut sempat diabadikan melalui unggahan video di kanal YouTube Dompax RedFlag dengan judul “Mural record umur terpendek. Bikinnya dari jam 12 dini hari, pagi jam 06.40 dihapus paksa”.

Video berdurasi 2 menit 2 detik itu memperlihatkan seseorang yang tengah membuat mural. Disebutkan bahwa mural itu dibuat sejak pukul 12.00 dini hari dan rampung pada pukul 05.08 WIB. Namun pada pukul 06.40 mural itu sudah dihapus.

Semula pihak security meminta pembuat mural menghapus karya seninya. Namun lantaran tidak bersedia, akhirnya security itu bersama rekannya yang menghapusnya.

Peristiwa ini adalah untuk kesekian kalinya terjadi. Ada mural berisi kritikan terhadap pemerintah. Sebelumnya dibeberapa kota juga muncul mural dan grafiti serupa. Akhir kisahnya pun sama, dihapus. Baik oleh pihak kepolisian, Satpol PP atau security. Bahkan polisi kini sedang mencari pembuat mural di Kota Tangerang dan Bandung.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menilai aparat keamanan tidak seharusnya menanggapi kemunculan mural dengan tindakan seperti itu. Menurutnya, munculnya mural dan grafiti adalah hal yang biasa. Sehingga tidak perlu dihadapi dengan penegakan hukum sampai mengejar pembuatnya.

Saat mengikuti acara kajian Islam dan konstitusi secara online (27/8), Hamdan menegaskan, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menjamin kebebasan berekpresi dalam bentuk apa pun, termasuk mural. Menurut dia, mural bergambar mirip Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang belakangan marak di sejumlah wilayah adalah bagian kritik terhadap kebijakan pemerintah.

Pakar hukum tata negara ini menerangkan, setiap pemimpin pasti menerima dua respons sekaligus, yakni pujian dan kritikan. Menurutnya seorang pemimpin jangan hanya mau pujian saja, tapi enggan menerima kritikan. Itulah sebabnya kritikan tidak boleh dibungkam.

Meski demikian, Hamdan setuju kebebasan berpendapat dan berekspresi harus diatur. Namun bukan oleh Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan sebagainya. Aturan yang bisa membatasi kebebasan berpendapat adalah Undang-Undang (UU). Menurut Hamdan, dalam UU, kebebasan berekpresi itu tidak boleh mengganggu ketertiban umum.

Meskipun dalam praktiknya definisi mengganggu ketertiban umum itu sering menjadi diperdebatkan. Hamdan mencontohkan, mural yang memuat konten pornografi dan penghinaan kepada seseorang bukan termasuk kebebasan berekpresi, melainkan hal yang mengganggu ketertiban umum. (ant)